Tuesday, February 25, 2014

Pencemaran Sungai dan Danau



Ketika jumlah manusia di bumi masih sedikit, kondisi alam masih mampu menanggulangi sendiri berbagai kerusakan dan pencemaran yang timbul karena perilaku manusia. Secara alami, karena intensitas kerusakan dan pencemaran masih ringan, maka alam masih dapat mengatasi dengan sendirinya, berupa pemurnian kembali segala bentuk pencemaran dan kerusakan yang dialami. Kemampuan alam dalam menjernihkan kembali pencemaran disebut dengan istilah purifikasi.
Pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitasnya, mengakibatkan intensitas perusakan dan pencemaran semakin mening­kat. Hal itu disebabkan pertumbuhan jumlah manusia yang sangat tinggi menuntut tersedianya kebutuhan hidup yang lebih tinggi. Akibatnya manusia melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya air. Dalam hal ini, disatu sisi alam rusak oleh eksploitasi, disisi lain manusia membuang sisa sampah/limbah ke alam, sehingga akan mencemari alam. Perusakan alam oleh aktivitas manusia pada badan-badan air (pencemaran) merupakan salah satu masalah yang tengah melanda di berbagai tempat di muka bumi.
Sebagai contoh, pada tahun 2006 dan 2007 kualitas air Sungai Bengawan Solo di wilayah Kabupaten Ngawi tercemar berat. Berdasarkan hasil penelitian Perum Jasa Tirta I di aliran Sungai Bengawan Solo yang diperoleh Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Ngawi, parameter BOD (biochemical oxygen demand), COD (chemical oxygen demand), dan DO (dissolved oxygen) melebihi baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Ada tiga titik sungai yang diteliti oleh Perum Jasa Tirta I, yaitu di Kajangan (sebelum Bengawan Solo bertemu Sungai Bengawan Madiun), di Dungus (pertemuan Bengawan Solo dan Bengawan Madiun), dan di Napel (setelah aliran Bengawan Solo bersatu dengan Bengawan Madiun). Di ketiga titik ini, parameter BOD, COD, dan DO pada tahun 2006 dan 2007 melebihi ambang baku mutu. Tingginya tingkat pencemaran berbahaya bagi kesehatan manusia yang menggunakan air tersebut dan juga membahayakan kehidupan makhluk hidup lainnya.

Sumber Pencemaran Sungai dan Danau

Bahan pencemar sungai dan danau berasal dari bermacam-macam sumber, yaitu dari rumah tangga (domestik), kegiatan pertanian, kegiatan industri, dan sebagainya.

1.        Limbah Domestik
       Limbah domestik merupakan limbah yang berasal dari kegiatan rumah tangga seperti mencuci, mandi, memasak,  kakus, dan kegiatan sanitasi lainnya. Menurut BLH Jawa Timur limbah domestik merupakan sumber pencemar sungai terbesar, karena pencemaran sungai di kota-kota besar di Indonesia rata-rata 60 persen berasal dari limbah domestik, yakni dari sanitasi, sampah, detergen, dan sebagainya. Dari tahun ke tahun pencemaran yang berasal dari limbah domestik selalu mengalami peningkatan, baik dari segi volume limbah maupun segi kualitasnya.
      Contoh pencemaran domestik adalah pencemaran yang terjadi di hilir Kali Brantas, yaitu di Desa Cangkir dan Driyorejo, Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik. Pencemaran yang terjadi di tempat tersebut sudah semakin mengkhawatirkan. Menurut Direktur Ekesekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan-lahan Basah atau Ecoton, Prigi Arisandi, faktor yang menyebabkan pencemaran tersebut adalah jumlah  populasi penduduk di dua desa yang mencapai 10.000 jiwa, telah menyumbangkan limbah cair dan limbah padat berupa sampah domestik setara dengan limbah industri. Limbah ini dapat mencemari karena masyarakat lebih suka membuang limbah ke badan air terutama sungai.

2.       Limbah Pertanian
       Limbah pertanian merupakan limbah yang berasal dari kegiatan bidang pertanian. Limbah pertanian berasal dari sisa pupuk dan obat pemberantasan hama (insektisida). Limbah pertanian juga termasuk limbah yang berasal dari kegiatan peternakan. Limbah peternakan berasal dari sisa makanan ternak, kotoran ternak, dan obat-obatan untuk ternak.  Limbah pertanian dapat mencemari sungai dan danau/waduk karena limbah terbawa oleh aliran keluar sawah dan aliran air hujan. Sedangkan limbah peternakan dapat mencemari sungai dan danau karena para peternak biasanya suka membuang limbahnya ke badan air seperti sungai dan danau. Limbah pertanian dan peternakan memberi sumbangan pencemaran air sungai cukup besar yaitu sekitar 10 persen dari total limbah pencemar.
3.       Limbah Industri

      Limbah industri berasal dari buangan pabrik/industri. Limbah ini menjadi sumber pencemar sungai dan danau karena kebanyakan pabrik kebanyakan berada di dekat sungai; atau jika lokasinya agak jauh, mereka tertu memiliki akses berupa saluran pembuang limbah yang mengarah ke sungai. Limbah industri dibuang ke sungai terutama dalam bentuk limbah cair. Menurut catatan BLH Jatim, limbah industri merupakan sumber pencemar sungai yang besar, karena limbah ini turut menyumbang 30 persen dari total pencemaran air sungai.

Sungai yang mengalami pencemaran akibat limbah industri adalah Sungai Brantas. Data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur,  dari total limbah cair yang dibuang di Kali Brantas sebesar 150 ton per hari, ternyata 45% limbah tersebut berasal dari limbah industri. Oleh karena sumbangan limbah industri sangat besar maka limbah industri selalu diawasi secara ketat oleh pemerintah, yang operasionalisasinya dilakukan oleh BLH Jawa Timur.

 

Dampak Pencemaran Sungai dan Danau

Pencemaran sungai dan danau/waduk banyak menimbulkan kerugian baik pada kondisi lingkungan sungai maupun penduduk di sekitarnya. Jika kedua badan air tersebut tercemar, maka kondisi lingkungan di sekitarnya menjadi rusak. Selain itu kehidupan penduduk juga mengalami gangguan. Adapun dampak langsung dari pencemaran sungai dan danau adalah:

4.       Air sungai/danan menjadi kotor sehingga tidak dapat digunakan lagi.

5.       Timbul bau menyengat yang dapat mengganggu kesehatan manusia.

6.       Kehidupan biota (tumbuhan dan binatang) di dalam sungai dan danau punah.

7.       Tumbuhan gulma pengganggu dan tidak berguna akan tumbuh subur.

8.       Pemanfaatan sungai/danau seperti untuk wisata air semakin tidak layak.

9.       Kehidupan penduduk sekitar terganggu karena mereka tidak mungkin lagi mengambil sumberdaya perairan yang berupa ikan dan sebagainya.

 

Penanggulangan Pencemaran Sungai dan Danau

Pencemaran air sungai dan danau yang sangat merugikan tersebut harus dicarikan jalan keluar. Lembaga di Jawa Timur yang memiliki kewenangan dan komitmen tinggi dalam menanggulangi pencemaran air sungai dan danau adalah BLH Jatim dan Perum Jasa Tirta I Malang.  Upaya penanggulangan pencemaran bertujuan agar air sungai dan danau senantiasa dalam kondisi bersih, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menopang kehidupan penduduk secara berkelanjutan. Beberapa cara penanggulangan dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian antara lain:

10.    Pengendalian Pencemaran Di Masyarakat (IPAL Kolektif)

Pengendalian pencemaran air di masyarakat penting digalakkan karena kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini kepedulian masyarakat yang masih rendah. Rendahnya kepedulian masyarakat pada pengelolaan limbah dan sampah selain disebabkan oleh rendahnya kesadaran hidup bersih, juga kurangnya dorongan dan perhatian dari pemerintah. Pemerintah Kabupaten Gresik telah mencoba mengatasi masalah tersebut dengan program pengolahan sampah di Desa Driyorejo. Program itu diawali dengan kegiatan pelatihan pengolahan sampah. Dalam kegiatan pelatihan tersebut, para peserta pelatihan harus menyusun program untuk diimplementasikan selama setahun. Contoh hasil kegiatan tersebut adalah peserta berhasil mencetuskan Program Desi atau Desa Bersih Hijau lestari di Desa Cangkir dan Proyek Dadar Guling atau Desa Sadar dan Peduli Lingkungan di Desa Driyorejo. Kabupaten Gresik.

11.     Pengendalian Pencemaran Industri (Pabrik)

Pengendalian pencemaran yang berasal dari pabrik harus dilakukan karena pabrik merupakan sumber pencemar sungai dan danau yang sangat membahayakan. Pembuangan limbah dalam jumlah besar oleh pabrik benar-benar sangat merusak kualitas air dan lingkungan sungai/danau. Pengendalian pencemaran dari pabrik bersifat wajib karena hal ini sudah diatur dalam UU Lingkungan Hidup dan berbagai Kepmen LH, bahkan Perda Gubernur juga mengatur tentang tata cara pembuangan limbah dan berbagai sangsi pelanggarannya.
Untuk mengendalikan pencemaran sungai/danau, setiap pabrik wajib memiliki dan mengoperasikan Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL).  Pembangunan IPAL ini merupakan suatu bentuk upaya pengelolaan limbah yang wajib dilakukan oleh setiap industri yang potensial menimbulkan pencemaran lingkungan hidup. Selain itu pabrik juga wajib melakukan pemantauan atas pencemaran yang mereka lakukan. Untuk melaksanakan hal itu setiap pabrik wajib memiliki dokumen UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan) dan dokumen UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan).

12.    Pengurangan Penggunaan Pupuk dan Isektisida

Limbah pertanian yang berasal dari pupuk kimia dan obat pemberantasan hama sangat mengganggu lingkungan sungai/danau. Gangguan pencemaran  yang sering timbul berupa kelebihan nutrisi (N,P,K) pada air sungai/waduk. Kelebihan nutrisi ini berdampak pada terjadinya pertumbuhan gulma air seperti enceng gondok yang sangat cepat. Hal ini merugikan karena banyaknya enceng gondok sangat mengganggu pemanfaatan sungai/danau untuk transportasi/rekreasi/ estetika dan sebagainya; disamping itu enceng gondok juga mengakibatkan proses pendangkalan  sungai/danau berlangsung lebih cepat. Contoh pertumbuhan enceng gondok adalah di hilir Kali Brantas yaitu di Kali Mas Surabaya.
Untuk mengendalikan pencemaran yang berasal dari limbah pertanian, maka sekarang tengah digalakkan pemakaian pupuk organik dan obat pemberantasan hama yang ramah lingkungan. Pupuk organik terutama berupa pupuk kompos dan pupuk kandang, sedangkan obat pemberantasan hama tanaman dibuat dari tumbuhan tertentu. Pupuk dan insektisida buatan ini pada beberapa kasus cukup dapat dihandalkan, tetapi masih perlu upaya pengembangan secara terus-menerus. Oleh karena penggunaan pupuk dan insektisida ini belum maksimal, maka upaya pengembangan dan pemasyarakatannya perlu terus dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah, agar penggunaan pupuk dan insektisida yang ramah lingkungan bisa menjadi kebiasaan para petani.

Rangkuman

Pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitasnya di berbagai bidang kehidupan yang ditopang dengan teknologi tinggi, telah berakibat pada terjadinya kerusakan dan pencemaran sungai dan danau. Sumber pencemaran sungai dan danau berasal dari limbah industri (industrial waste), limbah rumah tangga (domestic waste), limbah pertanian (agriculture waste), dan limbah pertambangan (mining waste). Pencemaran sungai/danau kota-kota besar di Indonesia rata-rata 60 persen berasal limbah domestik, yakni dari sanitasi, sampah, dan detergen. Selain itu, industri juga turut menyumbang 30 persen pencemaran air melalui pembuangan limbah cair ke sungai, sedangkan 10 persennya berasal dari limbah lainnya seperti dari pertanian dan peternakan. Pencemaran tersebut dapat dikurangi melalui pengendalian sumber pencemaran di masyarakat, pabrik/industri, dan lahan pertanian.

Kasus/Permasalahan

Coba amati sungai/danau yang ada di sekitar tempat tinggal dan sekolahmu, kemudian renungkan!

1.    Jelaskan apakah sungai/danau tersebut telah mengalami pence­maran? Ceritakan kondisinya!
2.   Jelaskan sumber pencemar apa saja yang yang mencemari sungai/ danau tersebut?
3.   Jelaskan apakah tingkat pencemarannya sudah sangat mempri­hatinkan ?
4.   Jelaskan apa saran kalian untuk memperbaiki kondisi air sungai/danau tersebut!
5.   Sebutkan 3 sungai yang mengalir di Jawa Timur?
6.   Manfaat apa sajakah dari sumberdaya sungai itu?
7.   Di manakah mata air sungai Brantas dan di manakah muaranya?
8.   Kota/kabupaten mana sajakah yang dilewati sungai Brantas?
9.   Bolehkah air sungai digunakan sebagai bahan baku air minum? Jika boleh bagaimana caranya dan jika tidak boleh  apa sebabnya?
10.    Apa perbedaan yang mendasar antara sungai dan danau?

PENGGUNAAN E N E R G I DALAM KEHIDUPAN KITA



Jumlah penduduk dunia terus meningkat setiap tahunnya, sehingga peningkatan kebutuhan energi pun tak dapat dielakkan. Dewasa ini, hampir semua kebutuhan energi manusia diperoleh dari konversi sumber energi fosil, misalnya pembangkitan listrik dan alat transportasi yang menggunakan energi fosil sebagai sumber energinya. Secara langsung atau tidak langsung hal ini mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup karena sisa pembakaran energi fosil ini menghasilkan zat-zat pencemar yang berbahaya. Pencemaran udara terutama di kota-kota besar telah menyebabkan turunnya kualitas udara sehingga mengganggu kenyamanan lingkungan bahkan telah menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Menurunnya kualitas udara tersebut terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang tidak terkendali dan tidak efisien pada sarana transportasi dan industri yang umumnya terpusat di kota-kota besar, disamping kegiatan rumah tangga dan kebakaran hutan. Hasil penelitian dibeberapa kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya) menunjukan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara.


DAMPAK PEMAKAIAN ENERGI FOSIL
Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, air dan tanah). Berikut ini disajikan beberapa dampak negatif penggunaan energi fosil terhadap manusia dan lingkungan:
Dampak terhadap udara dan iklim
Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan pemanasan global).
Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Di udara, sebagian NOx tersebut berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam.
Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Seperti kadar NOx di udara, setengah dari konsentrasi SO2 juga berasal dari kegiatan manusia. Gas SO2 yang teremisi ke udara dapat membentuk asam sulfat (H2SO4) yang menyebabkan terjadinya hujan asam.
Emisi gas NOx dan SO2 ke udara dapat bereaksi dengan uap air di awan dan membentuk asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) yang merupakan asam kuat. Jika dari awan tersebut turun hujan, air hujan tersebut bersifat asam (pH-nya lebih kecil dari 5,6 yang merupakan pH “hujan normal”), yang dikenal sebagai “hujan asam”. Hujan asam menyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai) menjadi asam. Untuk pertanian dan hutan, dengan asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman produksi. Untuk perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya makhluk hidup di dalamnya. Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan rusaknya bangunan (karat, lapuk).
Smog merupakan pencemaran udara yang disebabkan oleh tingginya kadar gas NOx, SO2, O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Smog dapat menimbulkan batuk-batuk dan tentunya dapat menghalangi jangkauan mata dalam memandang.



Dampak terhadap suhu udara
Emisi CO2 adalah pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.
Emisi CH4 (metana) adalah pelepasan gas CH4 ke udara yang berasal, antara lain, dari gas bumi yang tidak dibakar, karena unsur utama dari gas bumi adalah gas metana. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemasanan global.
Batu bara selain menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar

Emisi Kendaraan Bermotor
Setelah kebutuhan listrik, penyebar emisi CO terbesar adalah asap kendaraan, mulai dari mobil, motor, pesawat terbang, atau mesin transportasi lain. Sumbangannya secara total 24 persen dari emisi CO dunia. Namun, kendaraan juga mengeluarkan emisi beracun, seperti karbon monoksida, partikel logam, atau asap berbahaya yang menge­rikan.
”Pengembangan energi alternatif yang lebih ramah lingkungan dan energi yang terbarukan terus kami kembangkan. Bahan bakar biodiesel dari pohon jarak atau mobil berbahan bakar etanol adalah beberapa contoh yang dikembangkan Pertamina,” ujar Basuki Trikora Putra, wakil humas Pertamina.
Bahaya emisi kendaraan bermotor kini mengancam kita. Jumlah kendaraan bermotor di dunia sudah lebih dari 880 juta unit. Di Indonesia, produksi sepeda motor saja mencapai 4 juta unit per tahun dan akan terus bertambah oleh permintaan yang terus meningkat.
Para pengambil kebijakan di banyak perkotaan juga tidak banyak memberi disinsentif untuk pemilikan kendaraan karena pajak kendaraan adalah pendapatan yang signifikan bagi pemerintah. Mobil hybrid yang diproduksi beberapa pabrikan mobil misalnya, malah dikenakan pajak lebih mahal dibanding mobil konvensional.
Di sisi lain, alternatif sepeda sebagai alat transportasi misalnya, meski banyak dikampanyekan, belum juga menjadi pilihan menarik. ”Kalau saya tinggal di Eropa yang hawanya sejuk mungkin saya mau naik sepeda setiap hari. Tapi kalau di Indonesia yang suhunya panas begini, lalu lintasnya semrawut, perilaku sopirnya ugal-ugalan, polusinya udaranya parah, lajur sepeda tidak ada, buat apa naik sepeda. Sudah capek, tidak sehat, tidak aman pula”. Jawaban yang masuk akal ini, lalu makin membenarkan asumsi bahwa kita semua ikut berkontribusi terhadap ancaman bencana yang akan menimpa kita. Tapi tidakkah sekarang saatnya kita menyadari bahwa masa depan kita tergantung pada pilihan kita sekarang. (Nugroho F Yudho, energi.yang.terus.membakar.bumi). Rabu, 25 November 2009.

Rangkuman
Hampir semua kebutuhan energi manusia diperoleh dari konversi sumber energi fosil, misalnya pembangkitan listrik dan alat transportasi yang menggunakan energi fosil sebagai sumber energinya. Secara langsung atau tidak langsung hal ini mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup karena sisa pembakaran energi fosil ini menghasilkan zat-zat pencemar yang berbahaya. Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog/kabut dan pemanasan global).

Kasus/Permasalahan
Sebutkan 2 energi fosil yang paling banyak digunakan dewasa ini!
Coba jelaskan proses terjadinya hujan asam!
Sebutkanlah energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil!
Gas-gas apa sajakah yang dihasilkan dari bahan bakar fosil?
Jika ditinjau dari jenis bahan-bakarnya, sebutkan jenis kendaraan bermotor dan bahan bakarnya.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan Gambar 7.2!
Bagaimana cara menghemat bahan bakar minyak (fosil)?
Bagaimana pendapat anda jika bahan bakar fosil sudah habis?
Di manakah bahan bakar fosil diperoleh?
Sebutkan 3 perusahaan di dunia yang mengelola perdagangan bahan bakar minyak?
Kompetensi Dasar:
Mengidentifikasi lingkup lingkungan sosial.
Mengidentifikasi peran masing-masing dalam setiap lingkungan sosial.
Menyebutkan jenis-jenis lingkungan fisik dan perubahannya.
Menjelaskan terjadinya perubahan lingkungan fisik akibat perubahan iklim.
Menjelaskan perubahan lingkungan fisik akibat aktivitas manusia.
 

TANAH DAN LAHAN BAGI KEHIDUPAN KITA



Pengertian Degradasi Lahan

Degradasi adalah penurunan mutu atau kemerosotan kedudukan (Daryanto, 1997). Sedangkan degradasi lahan adalah penurunan atau kemerosotan mutu lahan sebagai akibat perilaku manusia atau aktivitas alam, sehingga kondisi tahan menjadi lebih buruk dibanding dengan kondisi sebelumnya. Dengan demikian degradasi lahan harus  dicegah agar tanah tidak mengalami kerusakan dan manusia mengalami kerugian karena tidak dapat memanfaatkan lahan untuk menunjang kehidupannya.
Lahan adalah bagian dari bentang alam yang ada di permukaan bumi yang mencakup keseluruhan  dari fisik permukan bumi meliputi: udara, relief, tanah, hidrosfer/air, tumbuhan serta aktivitas manusia padanya. (Zuidam, 1979). Dengan demikian maka tanah, sungai, danau atau waduk, tum­buhan dan jenis penggunaan tanah termasuk sebagai komponen-komponen lahan. Komponen lahan ini dapat mengalami kerusakan atau degradasi. Degradasi lahan dapat terjadi pada aspek fisik, kimia, dan biologi.
1.    Degradasi Fisik
Degradasi fisik berarti secara fisik tanah mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi seperti sediakala. Beberapa contoh kerusakan fisik yang terjadi pada tanah adalah:
a)  Kepadatan Tanah
b)  Tekstur Tanah
c)  Struktur Tanah
d)  Porositas Tanah
e)  Konsistensi/Kelekatan

2.   Degradasi Kimiawi
Degradasi kimiawi berarti secara kimiawi tanah mengalami perubahan ke arah lebih buruk, sehingga tanah menjadi rusak dan tidak dapat berfungsi seperti sediakala. Beberapa contoh kerusakan kimiawi yang terjadi pada tanah dapat berupa:
a)  Penurunan Unsur Hara Makro
b)  Penurunan Unsur Hara Mikro
c)  Kehilangan Ion-ion
d)  Terbentuknya Senyawa Racun  

3.   Degradasi Biologi  
Secara biologi di dalam tanah terdiri dari binatang dan tumbuhan. Tumbuhan meliputi tumbuhan makro, meso, dan mikro. Contoh masing-masing kelompok tumbuhan adalah:
a)  Tumbuhan Makro
Tumbuhan di tanah yang tergolong tumbuhan makro adalah pohon mangga, durian, dll.
b)  Tumbuhan Meso: semak, perdu, rumput
c)  Tumbuhan Mikro; bakteri, jamur
Demikian juga binatang meliputi binatang makro, meso, dan mikro. Contoh masing-masing kelompok binatang tersebut adalah:
a)  Binatang Makro: gajah, harimau, sapi, dll
b)  Binatang Meso: tikus, kelinci, dll
c)  Binatang Mikro: jazad-jazad renik dalam tanah
Degradasi biologi berarti secara biologi tanah telah mengalami kerusakan. Dalam hal ini unsur-unsur biologi seperti tumbuhan dan binatang yang terdapat dalam tanah telah rusak dan hilang. Oleh karena kondisi biologi dapat menciptakan sifat tanah yang ideal/subur, maka pada tanah yang kehilangan unsur biologinya menjadi rusak dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan faktor-faktor yang menye­bab­kan degradasi adalah berkurang dan hilangnya nutrisi, dan erosi tanah (IBSRAM, 1994, dalam Chen, 1998).  

faktor penyebab degradasi
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya degradasi lahan/tanah meliputi faktor yang bersifat merusak secara fisik dan faktor yang merusak secara kimiawi dan biologi. Sebagai salah satu faktor penyebab degradasi, erosi tanah oleh air dan angin merupakan bentuk terpenting dari degradasi (Chen, 1998). Menurut Suripin (2001), erosi tanah merupakan suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin.  Limpasan permukaan sebagai faktor pemicu utama erosi, pada akhirnya berakibat pada terjadinya degradasi lahan.
Degradasi lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia  dapat berupa penurunan kualitas tanah. Menurut Meneg KLH (1991) beberapa aktivitas manusia yang dapat menurunkan kualitas tanah adalah:
(1) Usaha tani tanaman semusim terutama di daerah yang lerengnya miring, yang tidak dibarengi dengan usaha konservasi tanah dan air akan berdampak pada terjadinya erosi dan pengangkutan bahan organik, sehingga meng­aki­bat­kan terjadinya lahan kritis, (2) Perladangan berpindah, yang mengubah hutan menjadi lahan pertanian, jika lahan tersebut berubah menjadi alang-alang akan menurunkan kualitas lingkungan,
(3) Penggembalaan berlebihan, yang melampaui kapasitas lahannya mengakibatkan rumput tidak sempat tumbuh sehingga menimbulkan tanah gundul (penggurunan),
(4) Penempatan permukiman transmigrasi, yang tidak tidak memiliki kesesuaian lahan akan berkembang menjadi lingkungan yang berkualitas buruk, tidak produktif, dan menyengsarakan transmigran,
(5) Pembukaan lahan secara serampangan, dapat menyebabkan pemadatan tanah sehingga menurunkan infiltrasi, meningkatkan limpasan, dan memicu terjadinya erosi,
(6) Cara pengelolaan bahan organik, pengangkutan dan pembakaran limbah pertanian dapat menurunkan kadar bahan organik. Hal ini dapat menyebabkan memburuknya sifat fisik dan erodibilitas tanah,
(7) Perubahan tata guna lahan, dapat merubah kualitas tanah dan lingkungan, misalnya peningkatan erosi dan menurunnya kesuburan/ produktivitas tanah, dan
(8)  Penambangan bahan galian yang dilakukan secara besar-besaran yang berbenturan dengan kepentingan permukim­an, pertanian, dan kehutanan dapat menimbulkan masalah lingkungan.
 
Dampak Degradasi Lahan

Degradasi tanah dapat berdampak pada menurunnya kualitas/mutu tanah. Kualitas tanah tidak lain adalah kapasitas tanah sesuai fungsinya (Karlen et al, 1996). Apabila kapasitas fungsi tanah sudah mengalami penurunan dan tidak dapat berfungsi seperti sediakala, maka tanah tersebut telah mengalami degradasi. Kualitas tanah adalah gabungan dari sifat fisik, kimia, dan biologi yang menentukan pertumbuhan tanaman, mengatur dan membagi aliran air pada lingkungan, dan sebagai filter lingkungan yang efektif (Larson dan Pierce, 1996). Sedangkan menurut Utomo (2000), Kualitas tanah merupakan kemampuan suatu tanah, di dalam batas-batas lingkungannya, untuk berfungsi dalam kapasitasnya menghasilkan produk biologi secara berkesinambungan, mengatur tata air dan aliran larutan, memelihara dan memperbaiki kualitas lingkungan untuk kesehatan dan kenyamanan hidup manusia dan hewan.
Salah satu bentuk degradasi tanah dapat berupa perubahan sifat biofisik tanah. Perubahan sifat biofisik tanah terjadi karena perubahan penggunaan lahan. Hal ini disebabkan setiap perubahan penggunaan lahan selalu diikuti dengan perubahan penutup lahan (vegetasi). Oleh karena  setiap jenis vegetasi memiliki sistem perakaran yang berbeda (Winanti, 1996), maka ketika vegetasi penutup lahan berubah maka sifat biofisik tanah juga akan berubah. Terkait dengan perubahan sifat biofisik tanah ini Liedloff (2003) menyatakan bahwa  perubahan penutupan lahan dapat mempengaruhi aktivitas makro-invertebrata dalam tanah. Peru­bahan penggunaan lahan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan tanah permukaan berupa penurunan bahan organik, jumlah ruang pori, dan ketebalan. Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap sifat biofisik tanah dapat mengganggu karakteristik hidrologi lahan di kota.
Perubahan penggunaan lahan cenderung menurunkan jumlah resap­an air hujan di kota. Menurunnya resapan air dikarenakan dikonversi lahan terbuka bervegetasi menjadi lahan terbangun  dapat meminimalkan resapan air hujan ke dalam tanah. Hal ini terjadi karena tanaman  secara efektif dapat mengabsobsi air hujan   untuk mempertahankan laju infiltrasi; bahkan vegetasi dapat meningkatkan laju infiltrasi (Schwab, 1997). Dengan demikian pada kota yang sudah berkembang pesat, resapan air hujan ke dalam tanah cenderung kecil.  Sebagai contoh, Pada tahun 1990 nilai koefisien resapan beberapa kota di Jawa Barat adalah Kota Bandung sebesar 17 %, Bogor sebesar 17,3 %, dan Tangerang sebesar 15 % (Asdak, 2002). Sejalan dengan pesatnya perkembangan fisik kota, saat ini penurunan resapan air juga terjadi di hampir semua kota di Indonesia.







Rangkuman

          Degradasi lahan/tanah adalah penurunan atau kemerosotan mutu tanah sebagai akibat perilaku manusia atau aktivitas alam, sehingga kondisi tanah menjadi lebih buruk dibanding  dengan kondisi sebelumnya. Penurunan mutu tanah dapat terjadi secara fisik, kimia, maupun biologi. Degradasi lahan/tanah terjadi karena aktivitas manusia dalam pemanfaatan lahan. Tenaga air dan angin merupakan energi yang dapat merusak tanah sehingga terjadi degradasi lahan/tanah. Degradasi lahan berdampak pada kerusakan lahan sehingga lahan tidak dapat berfungsi seperti sediakala. Dampak kerusakan dapat berupa penurunan kesuburan tanah, kemampuan menahan dan meresapkan air, dan daya dukung lingkungan.
     
Kasus/Permasalahan

1.    Apakah degradasi lahan sudah terjadi di tempat tinggal dan sekolahmu? Jelaskan!
2.   Sebutkan macam-macam degradasi lahan yang terjadi tersebut!
3.   Apa faktor yang menyebabkan terjadinya degradasi lahan tersebut?
4.   Apa dampak dari degradasi lahan tersebut?
5.   Apa dampaknya jika hutan digunduli?
6.   Bagaimana cara mencegah terjadinya degradasi lahan?
7.   Apa bedanya lahan sawah dan pekarangan?
8.   Apa yang dimaksud dengan lahan kritis?
9.   Apa yang dimaksud lahan tidur?
10. Apa yang dimaksud dengan lahan produktif?