Kerusakan hutan di Indonesia
menurun dari 2,83 juta hektar per tahun menjadi 1,08 juta ha per tahun atau
menurun 60 persen. Keberhasilan itu setelah Departemen Kehutanan (Dephut)
menggalakkan gerakan penghijauan nasional selama tiga tahun (2004-2007), kata
Kepala Pusat Informasi Dephut, Ir Masyhud kepada wartawan di Jambi, Kamis. Dephut
selama dua hari di Jambi (13-14 Agustus 2008) menggelar konsultasi publik
menggalakkan program nasional "Indonesia Menanam Satu Juta Pohon"
pada 2008 dalam rangka Kebangkitan Indonesia 100 tahun. Masyhud menjelaskan,
degradasi hutan di Indonesia berhasil diturunkan selama tiga tahun itu dengan
menggerakkan program penghijauan dengan menanam 2 miliar lebih pohon.
Program penghijauan itu
dicanangkan melalui Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) dan Indonesia
Menanam dengan semboyan "Kecil Menanam, Besar Memanen", "Tebang
Satu Tanam Seribu", serta "Santri Menanam, Kyai Memanen, Anak dan
Cucu Memanen".
Sejumlah peneliti asing menyebut gerakan penghijauan nasional menurunkan tingkat degradasi menjadi 70.000 ha per tahun. Pada 2005 tutupan hutan atas keberhasilan penghijauan mencapai 80 juta hektar. Lahan kritis dari kerusakan 59,2 juta hektar per tahun menurun menjadi 30 juta ha per tahun. Sedangkan, pada 2007 ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Indonesia Hijau di Jonggol menargetkan menanam 79 juta pohon, namun terealisasi melebihi target yaitu 86,9 juta ha. Sementara Gerakan Perempuan Menanam yang dicanangkan Ibu Ani Yudhoyono dari target 10 juta pohon ternyata bisa mencapai penanaman pohon 14,1 juta. Keberhasilan itu terlihat karena antusias dan kian tingginya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian hutan, sebab akibat kerusakan hutan selama ini telah menyengsarakan semua pihak seperti bencana alam banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan. Bencana itu tidak hanya mengalami kerugian materi cukup besar, tapi juga banyak korban manusia. Karenanya pada 2008 dalam Gerakan Indonesia Hijau dalam rangka Kebangkitan Indonesia 100 tahun menargetkan penanaman 100 juta pohon.
Sejumlah peneliti asing menyebut gerakan penghijauan nasional menurunkan tingkat degradasi menjadi 70.000 ha per tahun. Pada 2005 tutupan hutan atas keberhasilan penghijauan mencapai 80 juta hektar. Lahan kritis dari kerusakan 59,2 juta hektar per tahun menurun menjadi 30 juta ha per tahun. Sedangkan, pada 2007 ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Indonesia Hijau di Jonggol menargetkan menanam 79 juta pohon, namun terealisasi melebihi target yaitu 86,9 juta ha. Sementara Gerakan Perempuan Menanam yang dicanangkan Ibu Ani Yudhoyono dari target 10 juta pohon ternyata bisa mencapai penanaman pohon 14,1 juta. Keberhasilan itu terlihat karena antusias dan kian tingginya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian hutan, sebab akibat kerusakan hutan selama ini telah menyengsarakan semua pihak seperti bencana alam banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan. Bencana itu tidak hanya mengalami kerugian materi cukup besar, tapi juga banyak korban manusia. Karenanya pada 2008 dalam Gerakan Indonesia Hijau dalam rangka Kebangkitan Indonesia 100 tahun menargetkan penanaman 100 juta pohon.
Fungsi Hutan
Secara etimologis, hutan
menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta, berarti kumpulan
rapat pepohonan dan berbagai tumbuhan lainnya dalam suatu wilayah tertentu. Hutan adalah
habitat bermacam spesies tumbuhan, spesies hewan, beberapa kelompok etnik
manusia, yang berinteraksi satu sama lain, sekaligus dengan lingkungan
sekitarnya. Hutan tidak hanya bermanfaat bagi spesies hewan, spesies tumbuhan,
atau kelompok etnik tertentu yang meninggalinya saja. Setidaknya ada tiga
manfaat hutan yang berpengaruh global terhadap bumi sebagai habitat yang lebih
luas. Tiga manfaat tersebut adalah: hutan sebagai tempat resapan air; hutan sebagai payung raksasa; hutan sebagai paru-paru
dunia; dan hutan sebagai-wadah-kebutuhan-primer.
Sebagai tempat resapan air, hutan merupakan daerah penahan dan area resapan air yang efektif. Banyaknya lapisan humus yang berpori-pori dan banyaknya akar yang berfungsi menahan tanah, mengotimalkan fungsi hutan sebagai area penahan dan resapan air tersebut. Kerusakan hutan bisa menyebabkan terganggunya fungsi hutan sebagai penahan air. Daerah dan habitat sekitar hutan yang rusak itupun sewaktu-waktu bisa ditenggelamkan banjir. Selain itu, kerusakan hutanpun akan membuat fungsi hutan sebagai area resapan terganggu. Ketiadaan area resapan ini bisa menimbulkan kelangkaan air yang bersih dan higienis, atau air siap-pakai.
Sebagai tempat resapan air, hutan merupakan daerah penahan dan area resapan air yang efektif. Banyaknya lapisan humus yang berpori-pori dan banyaknya akar yang berfungsi menahan tanah, mengotimalkan fungsi hutan sebagai area penahan dan resapan air tersebut. Kerusakan hutan bisa menyebabkan terganggunya fungsi hutan sebagai penahan air. Daerah dan habitat sekitar hutan yang rusak itupun sewaktu-waktu bisa ditenggelamkan banjir. Selain itu, kerusakan hutanpun akan membuat fungsi hutan sebagai area resapan terganggu. Ketiadaan area resapan ini bisa menimbulkan kelangkaan air yang bersih dan higienis, atau air siap-pakai.
Selain fungsinya sebagai tempat resapan air, hutan berfungsi pula
sebagai 'payung raksasa'. Rapatnya jarak antara tetumbuhan satu dengan tumbuhan
lainnya, juga rata-rata tinggi pohon di segenap lokasinya, berguna untuk
melindungi permukaan tanah dari derasnya air hujan. Tanpa 'payung raksasa' ini,
lahan gembur yang menerima curah hujan tinggi lambat laun akan terkikis dan
mengalami erosi. Maka, dengan begitu, daerah-daerah sekitarnyapun akan rentan
terhadap bahaya longsor.
Jika manfaat hutan sebagai daerah resapan terkait dengan keseimbangan
kondisi air, bila fungsinya sebagai 'payung raksasa' terkait dengan kondisi
tanah permukaan, maka sebagai 'paru-paru dunia' hutanpun 'bertanggung-jawab'
atas keseimbangan suhu dan iklim. Kemampuan hutan hujan dalam menyerap
karbondioksida, membuat suhu dan iklim di bumi selalu seimbang. Seandainya
fungsi hutan sebagai 'paru-paru-nya dunia' itu terganggu, suhu dan iklim di
bumi akan selalu bergerak ke titik ekstrem: kadang temperaturnya terlalu
rendah, kadang temperaturnya bisa terlalu tinggi.
Karena hutan kaya akan hasil bumi, hutanpun menyimpan manfaat bagi
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan pokoknya. Rotan, madu, tanaman
obat-obatan, dan banyak jenis sumber hayati lainnya, membuat hutan pantas
dijuluki sebagai 'warung hidup' atau 'apotek hidup' besar. Dengan hutan hujan
tropis yang sangat luas, rakyat Indonesia seharusnya tercukupi dalam hal
kebutuhan pokok, terutama oleh sumber nabati dan hewani yang banyak terdapat di
dalam hutannya.
Melihat lokasinya, hutan bumi terbagi dalam tiga kelompok besar: hutan tropis, hutan subtropis (temperate), dan hutan boreal. Brazil dan Indonesia adalah negara dengan hektaran hutan tropis terluas di dunia. Luas lahan hutan Indonesia sendiri adalah 140,3 juta Ha, dengan rincian: 30,8 juta Ha hutan lindung; 18,8 juta Ha cagar alam dan taman nasional; 64,3 juta Ha hutan produksi; 26,6 juta Ha hutan yang dialokasikan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian, perumahan, transmigrasi dan lain sebagainya. Dari data dan rincian tersebut, berarti sekitar 54% dari total luas daratan negara kita adalah hutan.
Melihat lokasinya, hutan bumi terbagi dalam tiga kelompok besar: hutan tropis, hutan subtropis (temperate), dan hutan boreal. Brazil dan Indonesia adalah negara dengan hektaran hutan tropis terluas di dunia. Luas lahan hutan Indonesia sendiri adalah 140,3 juta Ha, dengan rincian: 30,8 juta Ha hutan lindung; 18,8 juta Ha cagar alam dan taman nasional; 64,3 juta Ha hutan produksi; 26,6 juta Ha hutan yang dialokasikan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian, perumahan, transmigrasi dan lain sebagainya. Dari data dan rincian tersebut, berarti sekitar 54% dari total luas daratan negara kita adalah hutan.
Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan adalah
kegiatan pembalakan hutan, merupakan kegiatan yang merusak terhadap kondisi hutan setelah
penebangan, karena di luar dari perencanaan yang telah ada. Kerusakan hutan
kita dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu, meluasnya
konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada pengakuan
terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan.
Kerusakan hutan berdampak
negatif dan dan positif. Faktor-faktor yang menyebabkan
kerusakan hutan antara lain:
1.
Kerusakan hutan karena
perbuatan manusia secara sengaja.
2.
Kerusakan hutan karena hewan
dan lingkungan.
3.
Kerusakan hutan karena
serangan hama dan penyakit.
Kerusakan hutan telah
menimbulkan perubahan kandungan hara dalam tanah dan hilangnya lapisan atas
tanah yang mendorong erosi permukaan dan membawa hara penting bagi pertumbuhan
tegakan. Terbukanya tajuk ikut menunjang segara habisnya lapisan atas tanah
yang subur dan membawa serasah sebagai pelindung sekaligus simpanan hara
sebelum terjadinya dekomposisi oleh organisme tanah.
Terjadinya kerusakan hutan,
apabila terjadi perubahan yang menganggu fungsi hutan yang berdampak
negatif, misalnya: adanya pembalakan liar (illegal logging) menyebabkan terjadinya
hutan gundul, banjir, tanah lonsor, kehidupan masyarakat terganggu akibat hutan
yang jadi tumpuhan hidup dan kehidupanya tidak berarti lagi serta kesulitan
dalam memenuhi ekonominya.
Banyak hutan sebagai resapan
air di sekitar Jakarta yang telah berubah fungsi menjadi Real Estate, kompleks
perkantoran atau apartemen, dan pusat perbelanjaan megah. Titik-titik
resapan yang diubah fungsinya itu diantaranya adalah : kawasan Puncak,
Cipayung, Bogor, dan Depok. Pengerasan tanah akibat pendirian gedung-gedung
perkantoran, kompleks perumahan, lapangan parkir di bekas daerah hutan
pegunungan tersebut, memberikan andil besar atas terjadinya banjir di kawasan
Jabotabek. Tanpa area resapan dan penahan air yang mumpuni, terjadi
ketidakseimbangan sistem input dan output air tanah di Jakarta dan sekitarnya.
Karena ketidakseimbangan itu, air hujan yang deras mengguyur kota mengalir
langsung sebagai air permukaan. Air bah itu akan berkelok-kelok di sekujur
selokan, lalu meluapkan sungai di daerah-daerah tertentu, sehingga akhirnya
mengalir ke laut.
Pengabaian masyarakat terhadap manfaat hutan sebagai 'payung
raksasa'-pun telah membuat berbagai daerah di Indonesia mengalami musibah
longsor. Salah satu contoh tragis adalah musibah longsor yang terjadi di Pulau
Nias, tahun 2001, empat tahun yang lalu. Musibah banjir dan longsor yang
menelan puluhan korban jiwa dan ratusan rumah penduduk itu, ternyata disebabkan
oleh rusaknya 95.000 hektar hutan di hulu Sungai Masio, Kabupaten Nias,
Sumatera Utara. Padahal, menurut Gubernur Propinsi Sumatera Utara ketika itu,
tidak ada izin yang dikeluarkan untuk mengeksploitasi hutan yang menjadi daerah
tangkapan air dan daerah aliran sungai (DAS) Sungai Masio. Menurutnya, kawasan
yang meliputi hutan lindung dan hutan produksi itu mengalami kerusakan berat oleh
ulah para penebang liar.
Jika dampak yang ditimbulkan oleh karena pengabaian terhadap dua fungsi
hutan yang dipaparkan diatas scope-nya masih tergolong lokal, maka pengabaian
masyarakat terhadap fungsi hutan sebagai 'paru-paru' dunia menimbulkan dampak global
yang sungguh-sungguh memprihatinkan. Bagaimana tidak? Sebab kerusakan hutan
hujan tropika Indonesia yang termasuk terluas di dunia itu, iklim dan suhu bumi
akan bergerak diantara titik-titik ekstrem, zat karbon menjadi tidak
ternetralisir, dan bahkan eksesnya bisa sampai memicu badai global di seantero
dunia. Badai global tersebut dipicu dari ketiadaan 'media alamiah' (hutan) yang
bisa menyerap gas karbon dioksida. Sehingga, jumlah karbon menjadi tidak
seimbang, dan gas karbon dioksida pada atmosfirpun tidak bisa dikonversi
menjadi gas oksigen yang mencukupi bagi bumi.
Karena sifat gas karbon yang bisa mengurung panas (seperti rumah kaca),
maka suhu atmosfir bumi terus naik sampai ke titik panas yang ekstrem.
Terjadilah pergeseran arus gelombang panas di laut yang kemudian memicu
terjadinya perubahan tekanan, yang lalu menimbulkan angin besar (badai). Tak
hanya sampai disitu, kenaikan suhu atmosfir bumi itupun bisa menimbulkan banjir
besar di berbagai kawasan, karena salju di kutub ataupun salju abadi yang
meliputi puncak-puncak gunung tertentu terus mencair.
Rangkuman
Kerusakan hutan telah menimbulkan perubahan kandungan hara dalam tanah
dan hilangnya lapisan atas tanah yang mendorong erosi permukaan dan membawa
hara penting bagi pertumbuhan tegakan. Terbukanya tajuk iokut menunjang segara
habisnya lapisan atas tanah yang subur dan membawa serasah sebagai pelindung
sekaligus simpanan hara sebelum terjadinya dekomposisi oleh organisme tanah.
Terjadinya kerusakan hutan,
apabila terjadi perubahan.yang menganggu fungsi hutan yang berdampak
negatif, misalnya: adanya pembalakan liar (illegal logging) menyebabkan terjadinya
hutan gundul, banjir, tanah lonsor, kehidupan masyarakat terganggu akibat hutan
yang jadi tumpuhan hidup dan kehidupanya tidak berarti lagi serta kesulitan
dalam memenuhi ekonominya.
Kasus/Permasalahan
1. Sebutkanlah
tiga manfaat hutan!
2.
Sebutkan 3 faktor penyebab
kerusakan hutan!
3.
Apa yang dimaksud illegal logging?
4.
Apa dampaknya jika hutan
menjadi rusak?
5.
Bagaimana pendapat anda cara
memulihkan kerusakan hutan?
6.
Indonesia termasuk paru-paru
dunia. Apa maksudnya?
7.
Apa kaitannya antara tanah
longsor dengan penggundulan hutan/ Jelaskan.
0 comments:
Post a Comment