Profesional disini
diartikan sebagai kata sifat yang berasal dari kata benda profesi yang arinya
pekerjaan. Kata sifat profesional berarti memiliki sifat mampu secara ahli
terhdap bidang pekerjaan atau tugasnya.
Jadi Kepala sekolah
yang profesional adalah Kepala Sekolah yang memiliki sifat mampu secara ahli
terhadap pekerjaan dan tugas-tugas kepala sekolah.
Menjadi Kepala
Sekolah Profesional idealnya harus
memahami secara komprehensif bagaimana kinerja dan kemampuan manajerialnya
dalam memimpin sebuah sekolah sehingga sekolah itu bernuansa sekolah yang
berbudaya.
Dengan demikian
diharapkan alumni sekolah itu memilikibudaya yang jelas sesuai dengan perkembangan
masyarakat. Dengan demikian, Made Pidarta ( 1994 : 145 ), mengatakan bahwa di
lembaga pendidikan itu siswa harus
(1) memahami
sosiologi dan pendidikan,
(2) Kebudayaan dan
pendidikan,
(3) Masyarakat dan
sekolah ,
(4) Masyarakat
Indonesia dan pendidikan, dan
(5) Dampak konsep
pendidikan.
Kualitas SDM sangat dipengaruhi
oleh pendidikan. Dengan demikian bidang pendidikan adalah bidang yang menjadi
tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional.
Tujuan pendidikan,
khususnya di Indonesia adalah membentuk manusia seutuhnya yang Pancasilais ( UU
Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 ), dimotori oleh pengembangan afeksi.
Tujuan khusus ini
hanya bias ditangani dengan ilmu pendidikan bercorak Indonesia sesuai dengan
kondisi Indonesia dan dengan penyelenggaraan pendidikan yang memakai konsep
sistem.
Oleh karena itu Kepala
sekolah harus :
(a) memiliki
wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi)
serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi);
(b) memiliki
kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya terbatas yang
ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya
tak terbatas); (c) memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil
(cepat, tepat, cekat, dan akurat); (d) memiliki kemampuan memobilisasi
sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang mampu menggugah pengikutnya
untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya;
(e) memiliki
toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang
yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap
orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai;
(f) memiliki
kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah, yaitu ketidakpedulian,
kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan,
kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak.
Sumberdaya meliputi
sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya.
Sumberdaya manusia terdiri dari
sumberdaya manusia jenis manajer/pimpinan dan sumberdaya manusia jenis
pelaksana.
Sedang sumberdaya selebihnya meliputi uang, peralatan,
perlengkapan, bahan, bangunan, dsb. Yang perlu digarisbawahi, agar sekolah
berjalan dengan baik, diperlukan kesiapan sumberdaya, terlebih-lebih sumberdaya
manusia. Kesiapan sumberdaya manusia = kesiapan kemampuan + kesiapan
kesanggupan. Kesiapan kemampuan menyangkut kualifikasi, sedang kesiapan
kesanggupan menyangkut pemenuhan kepentingan sumberdaya manusia.
Jika pemimpin, anak
buah, staf, kepala, ketua, bawahan, pembantu pimpinan dan apapun peran dan
jabatan yang disandang seseorang, mampu melaksankan tugas, peran serta
fungsinya sesuai dengan tanggungjawabnya. Diyakini kasus-kasus yang berhubungan
dengan lemahnya manajemen organisasi/kelembagaan akan dapat direduksi.
Seseorang akan
dihargai profesionalitasnya, kepribadiannya dan bahkan kinerjanya apabila ia
mampu mengahsilkan produktifitas kerja yang senantiasa berada dalam track
record yang baik, mampu melaksanakan kewajibannya secara ajeg sesuai dengan
track yang harus ia lewati.
Apabila kita ingin
ketahuan siapa diri kita sesungguhnya maka kita harus berbuat
sebanyak-banyaknya berbuat .
Ada beberapa kiat
untuk menata sisrtem manajemen kelembagaan yang efektif :
1. Membabangun
manajemen kelembagaan berdasarkan komunikasi yang baik. Komunikasi yang
interaktif, dialogis, tidak underpressure, tapi komunikasi yang dibangun atas
dasar komitmen dan pengertian yang bisa diterima oleh semua pihak. Komunikasi jenis ini bisa dijalin melalui
pengembangan sistem budaya kerja yang tidak mengutamakan kekuasaa n tapi
cenderung lebih mengutamakan kekeluargaan, silaturahmi dan rasa memiliki yang
tinggi dari semua pihak terkait ( Stake holders dan share holders )
2. Membangun kondisi organisasi yang bisa
menciptakan kepuasan (Satisfaction) dari semua pihak. Jadilah pemimpin yang
bijak, berlaku adil, familiar, terbuka, mau dikritik, jujur, demokrasi dan
bertanggung jawab, sebaliknya jadilah bawahan yang sebaik-baiknya bawahan.
3. Memulai perubahan dari diri kita masingmasing.
Jangan mengharapkan orang lain mangubah sesuat yang telah ada. Inisiatif harus
dari diri kita.
Jjika inginmengubah
dunia maka harus dimulai dari mengubah diri sendiri, dan yang terpenting
ubahlah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih
baik dari hari ini.
4. Banyak berkarya
dan berbuat. Produktifitas dan kinerja kita akan diukur dari kuantitas dan
kualitas dari apa yang telah kita lakukan.
5. Belajar dan
belajar terus memahami dan mengerti orang lain. Jangan egois, jangann
menganggap bahwa diri kita penting dimata orang lain, belum tentu orang lain
butuh kita.
6. Menjaga hati dan
mulut kita. Menjaga hati dari fikiran-fikiran negatif terhadap orang lain, dan
menjaga mulut agar senantiasa mencerminkan beapa bersihnya diri kita. Jagalah
mulutmu, karena mulutmu adalah pedangmu dan bahkan harimaumu.
7. Memahami diri
sendiri. Memahami dan mengerti siapa diri kita seindiri melulaui analisiss
diri, analisis posisi, bukankan musuh yang paling bersar di dunia ini adalah
diri kita sendiri.
8. Mau dikrtik oleh
orang lain. Demi kemajuan kita harus senantiasa mau dikritik oleh orang lain,
terbuka terhadap saran dan pendapat orang lain dan bahkan mampu memenej kritik
itu menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masa depan kita.
Defenisi Konseptual
Menjadi Kepala Sekolah Profesional Berdasarkan semantiknya, Anton Muliono (
1989 : 702 ), mengemukakan bahwa Profesi, adalah bidang pekerjaan yang
dilandasai pendidikan keahlian ( ketrampilan, kejuruan ) tertentu, Profesional,
adalah memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, Profesionalisme,
adalah sifat professional, dan profesionalisasi adalah proses membuat suatu
badan menjadi professional. Sedangkan, proteksi, adalah perlindungan hukum
secara juridis formal. Selanjutnya, A.S Hornby ( 1952 : 989 ), said that
professionalism is The mark or qualities of a profession. Dari kutipan di atas,
dapat disimpulkan bahwa profesionalisme mencakup, antara lain ; budaya profesi,
kualifikasi, kompetensi, ketrampilan, komitmen, konsitensi, etos kerja, kode
etik dan dedikasi. Profesi guru, adalah karya profesi. Engkoswara ( 2004 : 29 )
mengatakan bahwa karya profesi memerlukan kemampuan dasar, yakni ; membaca dan
belajar sepanjang hayat, etos dan etika kerja, dan ketrampilan nalar dan
ketrampilan tangan. Guru sebagai tenaga kependidikan wajib dan mutlak memiliki
karya profesi tersebut, sehingga dengan memiliki ketrampilan dasar itu, maka
seorang guru akan menjadi professional. Seorang guru akan professional , jika
memiliki sifat pribadi manusia Indonesia. Lebih lanjut, Engkoswara ( 2004 : 31
), mengatakan bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ;
(1) Budaya Utama (
sehat, baik dan jujur ),
(2) Budaya Profesi
( cerdas, terampil, dan ahli,
(3) Budaya Penyerta
( indah ),
sedangkan sifat
manusia Indonesia, adalah,
(1) sifat utama (
sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh
disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan
(3) sifat penyerta
( kreatif ). Profesional dapat berkembang menjadi jabatan professional, sejalan
dengan itu Komarudin ( 2000 : 205 ), mengatakan bahwa professional berasal dari
bahasa Latin, yaitu “ Profesia “ yang berarti ; pekerjaan, keahlian, jabatan,
jabatan guru besar.
Demikian halnya
kepala sekolah, adalah merupakan jabatan fungsional yang diberi sebagai tugas
tambahan sebagai kepala sekolah.
Dengan demikian
muncullah terminology bagaimana menjadi kepala sekolah professional.
Terminologi professional melahirkan teriminologi baru, yakni profesionalisme.
Freidson ( 2970 : 28 ), mengemukakan bahwa profesionalisme adalah sebagai
komitmen untuk ide-ide professional dan karier. Secara operatif, Syaiful ( 2002
: 199 ) menegaskan bahwa profesionalisme memiliki aturan dan komitmen jabatan
keilmuan teknik dan jabatan yang akan diberikan kepada pelayan masyarakat agar
secara khusus pandangan-pandangan jabatan dikoreksi secara keilmuan dan etika
sebagai pengukuhan terhadap profesionalisme. Profesionalisme tidak dapat
dilakukan atas dasar perasaan, kemauan, pendapat atau semacamnya, tetapi
benar-benar dilandasi oleh pengetahuan secara akademik. Berdasarkan pendapat
diatas, maka dapat dirumuskan bahwa yang disebut Kepala Sekolah professional
harus dapat membedakan mana ilmu yang esensial berkaitan dengan disiplin
ilmunya dan tidak esensial sesuai dengan tuntutan professional.
Sehubungan dengan
terminology itu, Paure ( 1972 : 25 ), menegaskan bahwa professional harus
mereduksi lama pendidikan untuk memberikan kualifikasi bagus tanpa mengurangi
standar dan metodologi pengajaran yang tepat, percepatan proses belajar,
menyeleksi ilmu yang diberikan. Korelasi Profesional Dengan Sosial Budaya
Sekolah harus memperhatikan pengembangan nilai-nilai pada diri peserta didik di
sekolah.
Karena salah satu
fungsi sekolah adalah untuk memperbaiki mental anak-anak, seperti harapan yang
disampaikan oleh Coleman. Sekolah berfungsi sebagai alat kontrol social dan
perubahan social. Menjadi kepala sekolah professional harus memperhatikan
banyak hal dalam diri siwa selama dalam lingkungan sekolah. Made ( 1994 : 156
), mengemukakan bahwa sosiologi atau sosiologi pendidikan dapat dideskripsikan
sebagai berikut ;
(1) Sosiologi
menunjukkan pentingnya kegiatan sosialisasi anak-anak dalam pendidikan,
(2) Memberikan
bantuan dalam upaya menganalisis proses sosialisasi anak-anak. Seperti konsep
tentang interaksi social, kontak social, komunikasi, bentuk social, dan
sebagainya, (3) Kelompok social dan lembaga masyarakat dengan berbagai
bentuknya, termasuk sekolah,
(4) Dinamika
kelompok, yang sudah tentu berlaku juga dalam dunia pendidikan,
(5) Konsep-konsep
untuk mengembangkan kelompok social dan lembaga-lembaga masyarakat,
(6) Nilai-nilai
yang ada di masyarakat serta keharusan sekolah untuk mengembangkan aspek itu
pada diri siswa,
(7) Peranan
pendidikan dalam masyarakat, dan
(8) Dukungan
masyarakat terhadap pendidikan. Memahami akan hal itu, para pendidik ( guru )
dan kepala sekolah professional hendaklah menantang diri agar proses pendidikan
di sekolah tidak ketinggalan zaman, agar dapat membantu siswa berpacu antarteman
sekelas atau dengan yang lainnya.
Dengan demikian
guru dan kepala sekolah harus meningkatkan profesinya agar memiliki kualitas
yang sejajar dengan para pendidik di negara-negara maju. Misalnya di Amerika,
Jepang dan negara maju lainnya. 3.2 Korelasi Profesi Dengan Budaya Engkoswara (
2004 : 31 ), mengatakan bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki,
yakni ;
(1) Budaya Utama (
sehat, baik dan jujur ),
(2) Budaya Profesi
( cerdas, terampil, dan ahli,
(3) Budaya Penyerta
( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah,
(1) sifat utama (
sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh
disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan
(3) sifat penyerta
( kreatif ). Untuk merealisasikan sifat dan budaya tersebut di kalangan
pendidikan, tenaga kependidikan mutlak memilikinya dan mampu menatanya dengan
harmonis di dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian juga
halnya bagi guru dalam menjalankan rutinitasnya, bahwa sifat dan budaya manusia
Indonesia itu harus tercermin dalam keseharian guru baik di sekolah maupun di
luar sekolah ( di rumah ). Engkoswara ( 2004 : 63 ), mengemukakan dalam
menegakkan budaya harmoni ada tiga nilai praksis ( aktual ) yang harus ditata
secara harmoni, yakni
(1) Budaya Utama,
adalah budaya atau nilai yang berlaku bagi kita semua orang sebagai mahluk
Tuhan Yang Mahaesa yang mempunyai cirri universal, yang mempunyai hak dan
kewajiban yang relatif bersamaan,
(2) Budaya profesi,
adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai
karakteristik yang bersamaan dalam kelompok-kelompok tertentu, dan
(3) Budaya
penyerta, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagi mahluk pribadi yang
bersifat unik dan hakiki. Tahapan perkembangan yang harus ditempuh dalam suatu
proses profesionalisasi adalah terkait dengan sejumlah pelayanan. Kepala
sekolah professional harus dapat mengkomunikasikan segala tugas pokok dan
fungsinya dalam manajemen sekolah.
Fungsi manajemen
sekolah harus dapat diberdayakan seoptimal mungkin sesuai dengan standar
kompetensi yang dimiliki sebagi pimpinan ( manajer ). Pendidikan adalah
enkultusasi. Manan ( 1989 : 79 ), mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu
proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti
budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini terjadi di mana-mana, disetiap
tempat hidup seseorang dan setiap waktu.
Dalam hal inilah
akan muncul pengenalan kurikulum yang sangat luas, yaitu semua lingkungan
tempat hidup manusia. Suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan atau
pertimbangan bagi anak dalam mengembangkan dirinya. Ada kalanya bagioan budaya
akan dipakai terus, ada kalanya diperbaiki dan ada kalanya dibuang atau diganti
dengan yang baru. Hal ini tergantung bagaimana pembinaan pendidik, pengaruh
lingkungan, dan hasil penilaian anak itu sendiri. Kepala sekolah professional
harus cerdas dan intelek serta bijaksana. Sebagai kepala sekolah dengan
fungsinya sebagai manajer di sekolah harus memperhatikan cirri-ciri
profesionalisasi.
Robert W. Rihe (
1974 : 87 ), mengemukakan bahwa cirri-ciri profesionalisasi jabatan fungsional
ada 7, antara lain ;
(1) Kepala sekolah
bekerja sama dan tidak semata-mata hanya memberikan pelayanan kemanusiaan bukan
usaha untuk kepentingan pribadi,
(2) Memiliki
pemahaman serta ketrampilan yang tinggi,
(3) Memiliki
lisensi hokum dalam memimpin sekolah,
(4) Memiliki
publikasi yang dapat melayani para guru sehingga tidak ketinggalan zaman,
(5) Mengikuti aneka
kegiatan seminar pendidikan ( workshop ),
(6) Jabatannya
sebagai suatu karier hidup, dan
(7) Meiliki nilai
dan etika yang berfungsi secara nasional maupun local.
Kinerja dan
produktifitas kepala sekolah professional harus dapat diukur dengan para meter
yang ada, yakni standar pelayanan minimal. Standar pelayanan minimal mengacu
kepada konteks sisial budaya pendidikan yang ada di sekolah. Misalnya, sekolah
berbasis budaya lingkungan.
Sekolah bernuansa
basis lingkungan budaya dapat tampak dalam pengelolaan lingkungan sekolah.
Misalnya dengan penanaman aneka tanaman rindang atau pembuatan apotek dan
warung hidup di lingkungan sekolah.
Sekolah akan tampak
rindang dan sejuk sehingga warga sekolah dapat menikmati lingkungan dengan
nyaman dan teduh sehingga warga sekolah akan merasa betah di sekolah dalam berbagai
situasi yang ada. Kegiatan manajerial sekolah yang biasanya mencakup dalam
lingkup manajemen pendidikan. Komponen manajemen pendidikan meliputi 5-M, yakni
; Sumber daya manusia ( Man ), finasial ( Money ), substansi ( Material ),
metode ( Method ), dan Fasilitas ( Machine ).
Kepala sekolah
sebagai sumber daya manusia yang professional harus mampu mengelola sekolah
sesuai dengan fungsi sekolah sebagai wiyata mandala. Kepala sekolah sebagai
manajer harus mampu mengelola keuangan sebagai pembiayaan pendidikan di sekolah
baik pembiayaan langsung maupun pembiayaan tidak langsung . Kepala sekolah
sebagai guru harus mampu memerikan bimbingan kepada semua warga sekolah sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya.
Kepala sekolah
fungsinya sebagai pimpinan harus mampu metode kepemimpinan atau model
kepemimpinannya yang layak dan pantas diterapkan sesuai dengan norma, dan
demikian juga kepala sekolah sebagai pimpinan harus mampu memberdayakan semua
fasilitas yang ada dalam menunjang kemajuan pendidikan di sekolah. Korelasi
trugas pokok dan fungsi kepala sekolah dalam tatanan manajerial sekolah,
idealnya mampu mengimplementasikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan budaya
sekolah.
Kepala sekolah
professional harus mampu mendorong semua warga sekolah untuk melestarikan
budaya sekolah sehingga tercermin dalam setiap perilaku atau sikap warga
sekolah dalam kehidupan sehari-harinya. Motivasi intrinsic akan mendorong
kepala sekolah untuk terus berpacu dalam menggalakkan budaya sekolah.
Demikian halnya
motivasi ekstrinsik akan mendukung kepemimpinan kepala sekolah demi terciptanya
budaya sekolah dengan sistem social yang ada pada komunitas sekolah dan
masyarakat ( orang tua ). Kesimpulan Menjadi Kepala Sekolah professional harus
memelihara budaya sekolah dengan sistem social yang ada dalam warga sekolah
dalam konteks social budaya pendidikan di masyarakat. Sosial budaya pendidikan.
Sosial budaya dan pendidikan dapat dideskripsikan, sebagai berikut : Kebudayaan
adalah cara hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan manusia itu sendiri
sebagai warga masyarakat. Fungsi kebudayaan dalam kehidupan manusia, adalah :
penerus keturunan dan pengasuh anak, pengembang kehidupan berekonomi, transmisi
budaya, meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Mahakuasa, pengendalian
social dan rekreasi Isi kebudayaan, antara lain ; gagasan, ideology, norma,
teknologi, ilmu, kesenian, kepandaian, dan benda Kepala sekolah professional
adalah kepala sekolah yang memegang teguh nilai dan etika serta budaya profesi
sesuai dengan konteks social budaya pendidikan di masyarakat 5. Sifat dan
budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ;
(1) Budaya Utama (
sehat, baik dan jujur ),
(2) Budaya Profesi
( cerdas, terampil, dan ahli,
(3) Budaya Penyerta
( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah,
(1) sifat utama (
sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh
disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan
(3) sifat penyerta
( kreatif ).
6. Di kalangan
pendidikan, tenaga kependidikan mutlak memilikinya dan mampu menatanya dengan
harmonis di dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian juga
halnya bagi guru dalam menjalankan rutinitasnya, bahwa sifat dan budaya manusia
Indonesia itu harus tercermin dalam keseharian guru baik di sekolah maupun di
luar sekolah ( di rumah ). Dalam menegakkan budaya harmoni ada tiga nilai
praksis ( aktual ) yang harus ditata secara harmoni, yakni
(1) Budaya Utama,
adalah budaya atau nilai yang berlaku bagi kita semua orang sebagai mahluk
Tuhan Yang Mahaesa yang mempunyai cirri universal, yang mempunyai hak dan
kewajiban yang relatif bersamaan,
(2) Budaya profesi,
adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai
karakteristik yang bersamaan dalam kelompok-kelompok tertentu, dan
(3) Budaya penyerta,
adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagi mahluk pribadi yang bersifat unik
dan hakiki.
Kepala Sekolah
professional idealnya menjunjung tinggi budaya profesi. Dengan budaya profesi,
kepala sekolah tersebut sudah memiliki ke-7 ciri-ciri jabatan fungsional yang
tertuang dalam profesionalisasi. Profesionalisme wajib ditingkatkan agar
kualifikasi yang dimilikinya dapat tercermin dalam manajerial serta gaya
kepemimpinan yang dimilikinya.
Dengan demikian,
Kepala Sekolah professional akan lebih tampil percaya diri dalam mengelola
sekolah secara professional sesuai dengan sistem social budaya pendidikan yang
ada dalam komunitas pendidikan formal.
MENJADI KEPALA
SEKOLAH PROFESIONAL OLEH : Drs. H. Inayatulah, M..Pd BIBLIOGRAFI Coleman, 1997.
Strategic Learning. Third Edition, The University Chicago Press, USA.Prentice
Hall Engkoswara. 2004. Iman Ilmu Amaliah Indah.Bandung : Yayasan Amal Keluarga.
Hornby, A.S. 1958. The Advanced Leaners Dictionary of Curent English. London :
Oxford University Press., Amen House. Ikezawa, Tatsuo. (1993). Effective TQC :
How to Make Quality Assurance More than a Slogan. Tokyo : PHP Institute, INC.
Made, 1994. Landasan Kependidikan. Bandung : Rineka Cipta Muliono, Anton,.
1989. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Nasution. 1989.
Metodologi Pembelajaran Tuntas. Jakarta. Judhistira, Jilid I. Piyami, Bull.
1987. Becoming An Educator. New York : University of North Carolina Tilaar,
H.A.R., 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : Rosda Karya. Undang-Undang
RI N0. 2 tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan nasional Undang-Undang RI Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk lebih jelasnya,
silahkan baca juga, artikel yang berhubungan dengan Artikel KEPALA SEKOLAH
PROFESIONAL, antara lain :.... Baca Selengkapnya di :
http://www.m-edukasi.web.id/2013/09/kepala-sekolah-profesional.html
Copyright
www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia
0 comments:
Post a Comment