Degradasi dan Kerusakan Lahan
Degradasi
adalah penurunan mutu atau kemerosotan kedudukan (Daryanto, 1997). Dalam
kaitannya dengan tanah, pengertian degradasi
adalah penurunan atau kemerosotan mutu tanah akibat perilaku manusia
atau aktivitas alam, sehingga kondisi tanah lebih buruk dibanding sebelumnya. Degradasi tanah dapat
meliputi aspek fisik, kimiawi, dan
biologi tanah (Chen, 1998). Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan degradasi
adalah berkurang dan hilangnya nutrisi, dan erosi tanah (IBSRAM, 1994, dalam
Chen, 1998).
Sebagai
salah satu faktor penyebab degradasi, erosi tanah oleh air dan angin merupakan
bentuk terpenting dari degradasi (Chen, 1998). Menurut Suripin (2001), erosi
tanah merupakan suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah
atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Limpasan permukaan
sebagai faktor pemicu utama erosi, pada akhirnya berakibat pada terjadinya
degradasi lahan.
Degradasi tanah dapat berdampak pada
menurunnya kualitas/ mutu tanah. Kualitas tanah tidak lain adalah kapasitas
tanah sesuai fungsinya (Karlen et al,
1996). Apabila kapasitas fungsi tanah sudah mengalami penurunan dan tidak dapat
berfungsi seperti sediakala, maka tanah tersebut telah mengalami degradasi.
Kualitas
tanah adalah gabungan dari sifat fisik, kimia, dan biologi yang menentukan
pertumbuhan tanaman, mengatur dan membagi aliran air pada lingkungan, dan
sebagai filter lingkungan yang efektif (Larson dan Pierce, 1996). Sedangkan
menurut Utomo (2000), Kualitas tanah merupakan kemampuan suatu tanah, di dalam
batas-batas lingkungannya, untuk berfungsi dalam kapasitasnya menghasilkan
produk biologi secara berkesinambungan, mengatur tata air dan aliran larutan,
memelihara dan memperbaiki kualitas lingkungan untuk kesehatan dan kenyamanan
hidup manusia dan hewan.
Salah satu
bentuk degradasi tanah dapat berupa perubahan sifat biofisik tanah. Perubahan
sifat biofisik tanah. terjadi karena perubahan penggunaan lahan. Hal ini
disebabkan setiap perubahan penggunaan lahan selalu diikuti dengan perubahan
penutup lahan (vegetasi). Oleh karena
setiap jenis vegetasi memiliki sistem perakaran yang berbeda (Winanti, 1996),
maka ketika vegetasi penutup lahan berubah maka sifat biofisik tanah juga akan
berubah. Terkait dengan perubahan sifat biofisik tanah ini Liedloff (2003)
menyatakan bahwa perubahan penutupan
lahan dapat mempengaruhi aktivitas makro-invertebrata dalam tanah. Perubahan
penggunaan lahan dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan tanah permukaan berupa penurunan bahan organik, jumlah ruang
pori, dan ketebalan. Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap sifat
biofisik tanah dapat mengganggu karakteristik hidrologi lahan di kota.
Perubahan penggunaan lahan cenderung menurunkan
jumlah resapan air hujan di kota. Menurunnya resapan air dikarenakan dikonversi
lahan terbuka bervegetasi menjadi lahan terbangun dapat meminimalkan resapan air hujan ke dalam
tanah. Hal ini terjadi karena tanaman secara efektif dapat mengabsobsi air
hujan untuk mempertahankan laju infiltrasi; bahkan vegetasi dapat meningkatkan
laju infiltrasi (Schwab, 1997). Dengan
demikian pada kota yang sudah berkembang pesat, resapan air hujan ke dalam
tanah cenderung kecil. Sebagai contoh,
Pada tahun 1990 nilai koefisien resapan beberapa kota di Jawa Barat adalah Kota
Bandung sebesar 17 %, Bogor sebesar 17,3 %, dan Tangerang sebesar 15 % (Asdak,
2002). Sejalan dengan pesatnya perkembangan fisik kota, saat ini penurunan
resapan air juga terjadi di hampir semua kota di Indonesia.
Proses erosi
meliputi tiga proses yang berurutan yaitu pengelupasan (detachment), pengangkutan (transportation),
dan pengendapan (sedimentation)
(Asdak, 2002). Dari ketiga proses tersebut,
proses pengelupasan merupakan proses awal untuk berlangsungnya erosi. Proses yang mendorong terjadinya pengelupasan tanah
adalah tetesan air hujan yang menimbulkan erosi percik dan limpasan permukaan
yang berperan mengangkut material hasil erosi percik ke tempat yang lebih
rendah atau ke dalam parit-parit untuk selanjutnya dibawa ke sungai.
Limpasan
permukaan terjadi jika intensitas hujan atau lama hujan melebihi kapasitas
infiltrasi. Besaran dan kekuatan limpasan permukaan ditentukan oleh intensitas
hujan dan kemiringan lereng. Intensitas hujan menentukan jumlah volume air
persatuan waktu yang akan mengalir di permukaan tanah, sedangkan kemiringan
lereng menentukan kecepatan aliran air dalam menuruni lereng. Oleh karena
permukaan tanah tidak umumnya tidak benar-benar rata, maka limpasan permukaan terjadi juga tidak merata
dan arah aliran yang tidak beraturan, sehingga proses erosi dan tingkat
pengikisan tanah pada suatu lahan juga tidak merata.
Menurut
Suripin (2001), faktor yang berpengaruh terhadap laju erosi permukaan adalah
kecepatan dan turbulensi aliran air. Pada kecepatan aliran rendah dan tenang, aliran permukaan cenderung tidak
mengakibatkan erosi. Sebaliknya pada kecepatan tertentu aliran permukaan akan
mampu mengikis permukaan tanah, jika kekuatan energi aliran melampaui daya
tahan tanah. Aliran air mulai mampu
menghanyutkan partikel tanah yang paling mudah tererosi jika memiliki kecepatan
aliran di atas 10 cm/detik.
Kecepatan
aliran permukaan pada saat mampu mengikis permukaan tanah disebut kecepatan
ambang (treshold velocity), yang besarnya sangat tergantung pada ukuran
partikel tanah. Materi tanah berukuran pasir halus sampai pasir kasar (menurut
sistem USDA berdiameter 0,1 – 1,0 mm), merupakan ukuran butir yang paling
mudah tererosi oleh aliran permukaan, dengan tingkat termudah pada batas antara
pasir sedang dan pasir kasar (berdiameter 0,5 mm). Ukuran butir tanah semakin
halus dan semakin kasar akan semakin sulit tererosi oleh aliran permukaan
(Suripin, 2001).
Setelah
aliran permukaan berperan sebagai penicu erosi yaitu dengan menghanyutkan
materi tanah, selanjutnya materi dibawa masuk ke sungai. Proses pemindahan
materi erosi dari asal erosi ke tempat lain yang lebih rendah sampai di dalam
badan sungai disebut transport sedimen.
Menurut Verbist (2003), dalam
proses transport sedimen, faktor limpasan permukaan memegang peran
sangat penting, karena selain memicu proses awal erosi, limpasan permukaan juga
melakukan pengangkutan hasil erosi ke tempat lain.
Faktor-faktor yang Menyebabkan
Kerusakan Tanah dan Lahan
Menurut
Meneg KLH (1991) beberapa aktivitas manusia yang dapat menurunkan kualitas
tanah adalah:
(1) Usaha
tani tanaman semusim terutama di daerah miring, yang tidak dibarengi dengan
usaha konservasi tanah dan air akan berdampak pada terjadinya erosi dan
pengangkutan bahan organik, sehingga mengakibatkan terjadinya lahan kritis,
(2)
Perladangan berpindah, yang mengubah hutan menjadi lahan pertanian, jika lahan
tersebut berubah menjadi alang-alang akan menurunkan kualitas lingkungan,
(3) Penggembalaan
berlebihan, yang melampaui kapasitas lahannya mengakibatkan rumput tidak sempat
tumbuh sehingga menimbulkan tanah gundul (penggurunan),
(4)
Penempatan permukiman transmigrasi, yang tidak tidak memiliki kesesuaian lahan
akan berkembang menjadi lingkungan yang berkualitas buruk, tidak produktif,
dan menyengsarakan transmigran,
(5)
Pembukaan lahan secara serampangan, dapat menyebabkan pemadatan tanah
sehingga menurunkan infiltrasi, meningkatkan limpasan, dan memicu terjadinya
erosi,
(6) Cara
pengelolaan bahan organik, pengangkutan dan pembakaran limbah pertanian dapat
menurunkan kadar bahan organik. Hal ini dapat menyebabkan memburuknya sifat
fisik dan erodibilitas tanah,
(7)
Perubahan tata guna lahan, dapat merubah kualitas tanah dan lingkungan, misalnya
peningkatan erosi dan menurunnya kesuburan/produktivitas tanah, dan
(8) Penambangan bahan galian yang dilakukan
secara besar-besaran yang berbenturan dengan kepentingan permukiman, pertanian,
dan kehutanan dapat menimbulkan masalah lingkungan.
Mekanisme Hanyutan Sedimen dan Hara Tanah
Terangkutnya
sedimen suatu lahan oleh aliran tercermin dari kandungan lumpur yang terbawa
oleh aliran sungai. Kandungan lumpur ini berasal dari lahan yang mengalami
erosi, yang prosesnya diawali dengan pemecahan dan pelepasan partikel tanah
pada lapisan tanah atas oleh pukulan air hujan, kemudian terangkut oleh aliran
permukaan menuju ke sungai. Kadar lumpur atau kandungan sedimen melayang
biasanya dinyatakan dalam berat sedimen per satuan volume (mg/lt). Tingginya
kandungan lumpur dalam aliran mengindikasikan tingkat laju erosi (Suripin,
2001). Akibat langsung dari erosi adalah hilangnya lapisan atas (lapisan olah)
tanah sedikit demi sedikit, sehingga sampai pada lapisan bawah (sub-soil) yang
umumnya memiliki sifat fisik lebih jelek.
Pada
umumnya, proses erosi tersebut selalu disertai dengan proses hanyutan unsur
hara tanah. Hal ini disebabkan unsur hara dan nutrisi selalu berada dan
diadsorbsi oleh material tanah terutama oleh fraksi liat. Oleh karena itu
besarnya unsur hara dan nutrisi yang terbawa oleh sedimen tererosi berkorelasi
kuat dengan jumlah fraksi liat dan lumpur halus (Beuselinck, 2002). Namun demikian,
sebenarnya masih ada sebagian unsur hara
dan nutrisi tanah yang hanyut tercuci oleh aliran air yang melalui tanah
tersebut. Tanah yang telah mengalami erosi dan hanyutan unsur hara sehingga
menurun kualitasnya, berarti tanah tersebut telah mengalami degradasi. Oleh
karena itu degradasi yang terjadi pada suatu tanah dapat dideteksi melalui
porsi air hujan jatuh yang menjadi aliran permukaan, volume transport sedimen,
dan hanyutan unsur hara tanah.
Menurut
Sarief (1986) berkurangnya unsur hara dalam tanah disebabkan oleh proses
pencucian, terangkut pada waktu panen, dan terangkut pada waktu erosi. Apabila erosi berjalan terus-menerus mengikis
lapisan permukaan tanah, maka kompleks liat dan humus, serta partikel lainnya
akan terangkut oleh limpasan permukaan. Padahal, kompleks liat dan humus yang
berada di lapisan atas tanah atau lapisan olah tanah sangat kaya akan unsur hara tanaman. Oleh karena itu pada saat lapisan tanah atas
tererosi, bersamaan dengan itu terangkut pula bahan organik tanah yang merupakan
sumber unsur hara dan nutrisi tanah (Suripin, 2001).
Kehilangan
unsur hara pada tanah terjadi karena
pemindahan partikel-partikel halus tanah, anorganik dan organik, bahan-bahan
koloid, dan aliran run off. Menurut Sutikto (1999, dalam Wiyanto, dkk, 2000),
kehilangan nutrien melalui sedimen yang terangkut dalam proses erosi lebih
besar daripada nutrien yang larut dalam air dan hanyut bersama runoff. Besarnya kehilangan nutrien tersebut sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah setempat.
Hasil Penelitian
yang dilakukan Wiyanto dkk (2000) dari tahun 1998--1999 di Sub DAS Motakan,
Jember, menunjukkan adanya peningkatan erosi yang ditandai dengan penipisan
solum tanah sebesar 6,5 mm (tahun 1998) dan 9,2 mm (tahun 1999), atau
kehilangan tanah rata-rata 86,317 ton/ha/th. Bersamaan dengan proses erosi
tersebut terjadi pula hanyutan unsur hara N sebesar 307,9 kg/ha/th (tahun 1998)
dan 366,644 kg/ha/th (tahun 1999), unsur hara P sebesar 7,19x10-7 kg/ha/th
(tahun 1998) dan 5,74 x10-7 kg/ha/th
(tahun 1999), serta unsur hara K sebesar 9,781 kg/ha/th (tahun 1998) dan 5,423
kg/ha/th (tahun 1999). Dengan demikian erosi hebat yang terjadi di Sub DAS
Motakan telah mengakibatkan pemiskinan unsur hara terutama unsur N sebesar
rata-rata 67,27 kg/ha/th atau setara dengan pupuk urea sebesar 149,494
kg/ha/th.
Berdasarkan
hasil peneltian tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan laju erosi dari
tahun 1998—1999 diikuti pula dengan peningkatan laju hanyutan unsur hara N dan
P. Fenomena ini menunjukkan adanya hubungan positif antara jumlah tanah yang
tererosi dengan jumlah kehilangan unsur hara N dan P. Akan tetapi untuk unsur
hara K ternyata terjadi sebaliknya. Hal ini mengindikasikan adanya faktor lain
yang berpengaruh lebih dominan, misalnya jumlah persediaan unsur dalam tanah
pada tahun 1999 lebih kecil dibanding tahun 1998, atau mungkin ada proses kimia
tertentu yang bisa berakibat seperti itu.
Dengan demikian, sebenarnya unsur hara yang hanyut oleh limpasan permukaan
lebih besar dibanding data hasil pengukuran Wiyanto tersebut, karena data
hanyutan unsur hara tersebut belum termasuk unsur hara yang larut dan hanyut
bersama aliran air. Oleh karena itu,
sebenarnya pemupukan besar-besaran yang dilakukan petani akan menjadi sia-sia,
apabila erosi dan hanyutan unsur hara masih terjadi secara hebat. Hal ini
disebabkan besarnya pupuk yang ditabur ke tanaman akan hilang percuma bersama
material erosi dan limpasan permukaan.
Dampak Degradasi Tanah pada Kualitas Tanah
Secara
etimologi, degradasi berarti penurunan mutu atau kemerosotan kedudukan
(Daryanto, 1997). Dalam kaitannya dengan tanah, pengertian degradasi adalah penurunan atau kemerosotan mutu tanah
akibat perilaku manusia atau aktivitas alam, sehingga kondisi tanah lebih buruk
dibanding sebelumnya. Degradasi tanah dapat meliputi aspek fisik, kimiawi, dan
biologi tanah (Chen, 1998). Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan degradasi
adalah berkurang dan habisnya nutrisi, dan erosi tanah (IBSRAM, 1994, dalam
Chen, 1998).
Sebagai
salah satu faktor penyebab degradasi, erosi tanah yang disebabkan oleh air dan
angin merupakan bentuk terpenting dari degradasi (Chen, 1998). Menurut Suripin
(2001), erosi tanah merupakan suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan
permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin.
Berarti, limpasan permukaan sebagai faktor pemicu utama erosi, pada akhirnya
berakibat pada terjadinya degradasi lahan.
Degradasi tanah dapat berdampak pada
menurunnya kualitas/ mutu tanah. Kualitas tanah tidak lain adalah kapasitas
tanah sesuai fungsinya (Karlen et al, 1996). Apabila kapasitas fungsi tanah
sudah mengalami penurunan dan tidak dapat berfungsi seperti sediakala, maka
tanah tersebut telah mengalami degradasi.
Kualitas
tanah adalah gabungan dari sifat fisik, kimia, dan biologi yang menentukan
pertumbuhan tanaman, mengatur dan membagi aliran air pada lingkungan, dan
sebagai filter lingkungan yang efektif (Larson dan Pierce, 1996). Sedangkan
menurut Utomo (2000), Kualitas tanah merupakan kemampuan suatu tanah, di dalam
batas-batas lingkungannya, untuk berfungsi dalam kapasitasnya menghasilkan
produk biologi secara berkesinambungan, mengatur tata air dan aliran larutan,
memelihara dan memperbaiki kualitas lingkungan untuk kesehatan dan kenyamanan
manusia dan hewan.
Rangkuman
Degradasi tanah
dapat berdampak pada menurunnya kualitas/mutu tanah. Kualitas tanah tidak lain
adalah kapasitas tanah sesuai fungsinya (Karlen et al, 1996). Apabila kapasitas fungsi tanah sudah mengalami
penurunan dan tidak dapat berfungsi seperti sediakala, maka tanah tersebut
telah mengalami degradasi.
Kualitas tanah adalah gabungan dari sifat
fisik, kimia, dan biologi yang menentukan pertumbuhan tanaman, mengatur dan
membagi aliran air pada lingkungan, dan sebagai filter lingkungan yang efektif
(Larson dan Pierce, 1996).
Kasus/Permasalahan
1.
Apa yang dimaksud dengan degradasi lahan?
2.
Apa dampaknya jika terjadi degradasi pada kualitas tanah?
3.
Pada saat ini sering terjadi musibah tanah longsor, apa penyebabnya?
4.
Bagaimanakah cara mencegah terjadinya erosi?
5.
Siapakah yang bertanggung jawab terjadinya erosi dan tanah longsor?
mohon maaf, font pada blog ini menyebabkan kesulitan saat membaca informasi tersebut.
ReplyDelete