Dewasa ini manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup ber¬usaha mengelola alam mengandalkan kemampuan teknologi modern dan teknik hasil riset yang maju. Upaya tersebut sering tidak memperdulikan terhadap keharmonisan ekosistem, hal tersebut berakibat terhadap keru¬sakan tatanan lingkungan. Kesadaran kembali memperhatikan kelang¬sungan hidup lingkungan secara harmonis setelah melihat kerusakan lingkungan yang sangat memprihatinkan. Penggalian kembali pengeta¬huan pengelolaan lingkungan yang bijak dan berkelanjutan sering dinyatakan sebagai kearifan lingkungan. Upaya lebih lanjut adalah bagai¬ma¬na mempertahankan kearifan lingkungan dengan tetap menerapkan teknologi sebagai tuntutan untuk mengembangkan kemampuan berkreasi. A. Pengertian Kearifan adalah seperangkat pengetahuan yang dikembangkan oleh suatu kelompok masyarakat setempat (komunitas) yang terhimpun dari pengalaman panjang menggeluti alam dalam ikatan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak (manusia dan lingkungan) secara berkelanjutan dan dengan ritme yang harmonis. Kearifan (wisdom) dapat disepadankan pula maknanya dengan pengetahuan, kecerdikan, kepandaian, keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam pengambilan kepu¬tus¬an yang berkenaan dengan penyelesaian atau penanggulangan suatu masalah atau serangkaian masalah yang relatif pelik dan rumit. Kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat, sedangkan wisdom dapat berarti kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan/kebijaksanaan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkem¬bang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat serta berfungsi da¬lam mengatur kehidupan masyarakat. Kearifan lokal yang tumbuh di ma¬sya¬rakat memiliki ciri yang spesifik, terkait dengan pengelolaan lingkungan sebagai kearifan lingkungan. Kearifan lingkungan (ecological wisdom) merupakan pengetahuan yang diperoleh dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap ling¬kungan¬nya yang khas. Pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk ide, aktivitas dan peralatan. Kearifan lingkungan yang diwujudkan ke dalam tiga bentuk tersebut dipahami, dikembangkan, dipedomani dan diwariskan secara turun-temurun oleh komunitas pendukungnya. Kearifan lingkungan dimaksudkan sebagai aktivitas dan proses berpikir, bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam mengamati, memanfaatkan dan mengolah alam sebagai suatu lingkungan hidup dan kehidupan umat manusia secara timbal balik. Pengetahuan rakyat yang memiliki kearifan ekologis itu dikembangkan, dipahami dan secara turun-temurun diterap-kan sebagai pedoman dalam mengelola lingkungan terutama dalam mengolah sumberdaya alam. Pengelolaan lingkungan secara arif dan berkesinambungan itu dikembangkan mengingat pentingnya fungsi sosial lingkungan untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Manfaat yang diperoleh manusia dari lingkungan mereka, lebih-lebih kalau mereka berada pada taraf ekonomi sub-sistensi, mengakibatkan orang merasa menyatu atau banyak tergantung kepada lingkungan mereka. B. Bagaimana Cara Menggali Kearifan Lingkungan? Kesadaran untuk mengangkat dan menggali kembali pengetahuan lokal atau kearifan budaya masyarakat etnik muncul karena kemajuan ekonomi dan sosial masyarakat dunia sekarang telah diiringi oleh pelbagai kerusakan lingkungan. Kedepan, masyarakat dunia dihantui akan krisis multidimensi dan berhadapan dengan semakin meningkatnya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan serta pencemaran yang meluas baik di daratan, laut maupun udara. Pengetahuan lokal yang sudah menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya, dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos, yang dianut dalam jangka waktu cukup lama inilah yang disebut ’kearifan budaya lokal’. Pada makna yang sama berlaku diberbagai bidang yang berkembang di masyarakat, seperti bidang pertanian, pengelolaan hutan secara adat, pelestarian sumber air, secara umum dinyatakan sebagai kearifan lokal. Beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu: 1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam. 2. Berfungsi untuk pengembangan sumberdaya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup. 3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji. 4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan. 5. Bermakna social misalnya upacara integrasi komunal/kerabat. 6. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian. 7. Bermakna etika dan moral, misal yang terwujud dalam upacara Ngaben dan penyucian roh leluhur. 8. Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client. Dari penjelasan fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah kearifan lokal, mulai dari yang sifatnya sangat teologis sampai yang sangat pragmatis dan teknis. Kearifan lokal yang positif diterima secara normatif umum dan tidak ber-tentangan dengan makna kaidah ilmiah dapat digali sebagai kearifan lingkungan. Gambar 6.1 Contoh Kearifan Lokal Salah satu contoh kearifan lingkungan yang digali dari kearifan lokal pada upaya pelestarian sumber air adalah kepercayaan pada sumber air yang terdapat pohon rindang dan besar atau gua yang seram ada penghuni gaib. Konsep “pamali” atau (bhs. Jawa ora elok) kencing dibawah pohon besar di bawahnya terdapat sumber air merupakan perilaku masyarakat tradisional mema¬gari perbuatan anak-cucu agar tidak merusak alam sehingga debit dan kualitas airnya dapat terjaga. Kearifan local tersebut sulit dijelaskan secara ilmiah, namun dapat di-renungi dalam jangka waktu panjang. Bila kita melihat pada satu sisi rasional yang semuanya harus dapat dipahami secara logika, maka hal tersebut sering dipahami takhayul secara bulat dampaknya banyak pohon dirusak tanpa ada perasaan salah. Kearifan lokal sebagai kearifan lingkungan saat ini sangat penting demi keharmonisan lingkungan untuk kelangsungan hidup berkelanjutan tanpa harus mengkorbankan rasionalitas ilmu pengetahuan melebur dalam keyakinan tradisional secara mutlak, melainkan mengutamakan azas manfaat dan kewajaran. Pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal di Kabupaten Timor merupakan contoh kearifan lingkungan yang digali dari kearifan lokal pengelolaan hutan secara adat dan dipertahankan secara turun temurun. Upaya ini diangkat berdasarkan kondisi hutan tidak dapat dipertahankan fungsinya secara tradisional dan mulai terjadi penyerobotan lahan oleh pihak lain yang tidak memahami tentang aturan adat atau telah menurun¬nya ketaatan aturan adat oleh masyarakat setempat. Pada penggalian kearifan lokal perlu dipahami beberapa hal agar kearifan tersebut dapat diterima dan ditaati yaitu : 1. Kearifan tersebut masih ada. 2. Kearifan tersebut sesuai dengan perkembangan masyarakat. 3. Kearifan tersebut sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Kearifan tersebut diatur dengan Undang-undang. Di kalangan masyarakat Pulau Timor dikenal konsep segitiga kehidupan “Mansian-Muit-Nasi, Na Bua” yang berarti manusia, ternak, dan hutan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan saling memiliki ketergantungan. Prinsip ekosistem dan jejaring kehidupan yang saling hidup dan menghidupi sangat dihargai. Manusia mengartikan man¬faat dari ternak dan hutan, ternak mencari makan di hutan dan manusia memelihara hutan. Jika salah satu dari ketiga unsur ini dipisah¬kan akan membawa dampak bagi unsur yang lain. Seca-ra teknis, beberapa bentuk keanekaragaman hayati di NTT sampai saat ini masih mempunyai kon¬tribusi yang signifikan dalam rehabilitasi lahan, pengelolaan lingkungan dan sumberdaya hutan. Dalam mengaplikasikan kearifan lokal terhadap pengelolaan hutan khususnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan perlu dipahami: Kelem-bagaan dan fungsinya, wilayah pengelolaan, nilai dan norma, serta panda-ngan Orang Timor (Dawan) tentang hutan, yakni: 1. Usif : Memiliki fungsi sebagai pemimpin yang mengenda-likan dan mengawal semua nilai dan norma dalam persekutuan hidup serta melanjutkan pengawasan-nya. 2. Amaf : Sebagai tokoh panutan dan pendukung usif dalam hal penetapan nilai, norma lokal serta tanggung jawab wilayah tertentu. 3. Meo : Berfungsi sebagai pengaman dalam kehidupan komunitas dan wilayah. 4. Ana’Tobe : Berfungsi dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam. 5. Ma’Fefa : Berfungsi sebagai juru bicara. Bagaimana Cara Mempertahankan Kearifan Lingkungan? Kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan faktor pendorong sekaligus kekuatan penggerak dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dalam beradaptasi terhadap lingkungan, kelompok-kelompok masyarakat tersebut mengembangkan kearifan lingkungan sebagai hasil abstraksi pengalaman mengelola lingkungan. Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang dikembangkan masyarakat Indonesia yang majemuk merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Keyakinan tradisional mengandung sejumlah besar data empiris yang berhubungan dengan fenomena, proses dan sejarah perubahan lingkungan, sehingga membawa implikasi bahwa sistem pengetahuan tradisional dapat memberikan gambaran informasi yang berguna bagi perencanaan dan proses pembangunan. Dalam hal ini, keyakinan tradisional dipandang sebagai kearifan budaya lokal dan merupakan sumber informasi empiris dan pengetahuan penting yang dapat ditingkatkan untuk melengkapi dan memperkaya keseluruhan pemahaman ilmiah. Kearifan tersebut banyak berisikan gambaran tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang hal-hal yang berkaitan dengan struktur lingkungan, misalnya bagaimana lingkungan berfungsi,bagaimana reaksi alam terhadap tindakan manusia, serta hubungan-hubungan (yang sebaiknya tercipta) antara manusia (masyarakat) dan lingkungan alamnya. Penggalian terhadap kearifan budaya lokal ditujukan untuk mengenal dan memahami fenomena alam melalui penelusuran informasi versi masya¬r¬a¬kat pengguna. Kearifan lokal di masyarakat yang disari dari pengalaman dalam periode waktu panjang sehingga tertanam keselarasan hidup dengan alam, memahami secara dalam karakter alam dan kehidupannya diterap¬kan dalam mengelola alam merupakan cara untuk mempertahankan kearifan lingkungan. Kearifan lingkungan bukanlah tindakan tradisional yang terbelakang, kita dapat menerapkan teknologi modern pengelolaan lingkungan, tetapi dengan memperhatikan kearifan lokal, paduan yang porposional akan terwujud kearifan lingkungan. Kegiatan gotong royong dalam pembuatan rumah adat (Gambar 6.2) merupakan salah satu contoh kearifan lokal yang dipertahankan sebagai kearifan lingkungan sosial. Rangkuman Kearifan lingkungan dimaksudkan sebagai aktivitas dan proses berpikir, bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam menga¬mati, memanfaatkan dan mengolah alam sebagai suatu lingkungan hidup dan kehidupan umat manusia secara timbal balik. Kearifan lingkungan dapat digali dari kearifan lokal yang salah satu fungsinya untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam. Pengelolaan lingkungan dengan tetap memperhatikan kearifan lokal dapat dijadikan sebagai upaya memperta¬han¬kan kearifan lingkungan. Kasus Lingkungan kita banyak telah mengalami penurunan kualitas, di wilayah pedesaan hutan banyak gundul karena penebangan liar atau perubahan fungsi lahan, sungai-sungai di hulu debit air makin kecil, ladang tadah hujan banyak longsor dimusim hujan, sedang di wilayah perkotaan banyak peristiwa tawuran antar sekolah, antar gank, antar supporter sepakbola. Cermatilah di masyarakat sekitarmu adanya kearifan lokal di bidang pertanian, perkebunan atau bidang lain. Buatlah rancangan pemikiran penerapan kearifan lokal yang dapat digali dalam upaya mempertahankan kearifan lingkungan dan pemecahan masalah pada kasus ini.
0 comments:
Post a Comment