Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia
sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila,
dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai
makhluk pribadi, sosial, susila, dan religi harus dikembangkan secara seimbang,
selaras, dan serasi. Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam
kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Manusia mempunyai arti hidup
secara layak jika ada di antara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lain atau
tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat menyelenggarakan hidupnya
dengan baik.
Guna
meningkatkan kualitas hidup, manusia memerlukan pendidikan, baik pendidikan
yang formal, informal maupun nonformal. Dalam kenyataannya, manusia menunjukkan
bahwa pendidikan merupakan pembimbingan diri sudah berlangsung sejak zaman primitif.
Kegiatan pendidikan terjadi dalam hubungan orangtua dan anak.
Di dalam
kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan
untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia
adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan
kondisi yang interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu
hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara.
Hidup dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung
konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan
positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak
manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antarindividu. Tiap-tiap
pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan bersama. Dalam
rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti saat ini
manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri.
Tidak hanya
terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional
yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari
orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri
pengakuan, dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut
hanya dapat diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang
lain dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam
berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat
menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang
khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, "manusia hanya
dapat menjadi manusia karena pendidikan". Jadi jika manusia tidak dididik
maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah
terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal
tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan kontribusi bagi
pembentukan pribadi seseorang.
Dengan
demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup
bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam
memenuhi kebutuhan rohani.
Pengertian dan Komponen Ekosistem
Konsep Ekosistem
Istilah ekosistem
pertama kali diperkenalkan oleh Roy
Clapham pada tahun 1930. Menurut Clapham dalam suatu ekosistem antara
makhluk hidup dengan lingkungannya terjadi hubungan satu sama lain sebagai
suatu unit. Athur Tansley, seorang
ahli lingkungan Inggris pada tahun 1935 menggunakan istilah ekosistem untuk
menggambarkan hubungan timbal balik
antara komponen biotik dan komponen abiotik.
Ekosistem merupakan kumpulan makhluk hidup (tumbuhan,
hewan, organisme mikro) yang tinggal bersama-sama dalam suatu wilayah, saling
berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang komplek dan dinamis. Menurut
Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No.23 th 1997: Ekosistem adalah tatanan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup
yang saling mempengaruhi. Jadi ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas lingkungan
hidup.
Semua makhluk hidup di dunia ini tidak ada yang hidup
mandiri. Setiap makhluk hidup akan bergantung pada makhluk hidup lain dan
lingkungan sekitarnya untuk memperoleh makanan, tumbuh dan berkembang biak,
serta tempat berlindung. Hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya bersifat
timbal balik dan komplek. Setiap mahluk hidup berada dalam lingkungannya
masing-masing, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Lingkungan
biotik yaitu semua makhluk hidup yang berada di sekeliling organisme, dan
lingkungan abiotik yaitu faktor-faktor tidak hidup seperti iklim (suhu,
kelembaban, cahaya), tanah dan garam-garam mineral yang larut dalam tanah, air,
udara dan lain-lain. Lingkungan abiotik dapat mempengaruhi makhluk hidup dan
sebaliknya makhluk hidup dapat mempengaruhi lingkungan abiotik. Demikian juga
makhluk hidup dapat empengaruhi makhluk hidup yang lainnya. Hubungan timbal
balik antara makhluk hidup (komponen biotik) dengan lingkungan abiotik dikenal
dengan istilah ekosistem atau sistem ekologi.
Komponen-Kompenen Ekosistem
Ekosistem
terdiri dari dua komponen utama yaitu kompoenen abiotik dan komponen biotik.
Komponen Biotik
Komponen
biotik merupakan komponen ekosistem berupa makhluk hidup yang dapat
dikelompokkan berdasarkan perannya dalam rantai makanan meliputi produsen, konsumen, dan decomposer (pengurai).
a.
Produsen yaitu tumbuhan yang memiliki zat hijau daun. Produsen
mampu menangkap energi matahari melalui fotosintesis dan menyerap nutrisi dari
tanah, menyimpan energi untuk digunakan oleh tumbuhan itu sendiri dan oleh
organisme lain. Rumput, semak, pohon, lumut, dan beberapa bakteri juga bersifat
autotrof sehingga dikelompokkan ke dalam produsen.
b.
Konsumen adalah organisme yang tidak memiliki kemampuan untuk
menangkap energi matahari, tetapi mengkonsumsi tanaman dan/atau hewan untuk
memperoleh energi yang digunakan untuk pertumbuhan dan kegiatan. Konsumen
dibagi lagi menjadi tiga jenis berdasarkan pada kemampuan mereka untuk mencerna
bahan tanaman dan hewan:
·
Herbivora hanya makan tumbuh-tumbuhan, seperti seperti
rusa yang merumput di padang rumput lembah Columbia, atau serangga menggigit
daun geranium yang lengket.
·
Omnivora makan baik tumbuhan dan binatang, seperti beruang hitam.
·
Karnivora hanya makan binatang, seperti elang ekor merah atau
barat ular berbisa.
c.
Dekomposer
(pengurai), yaitu organisme yang memperoleh energi dengan cara menguraikan
bahan organik mati (detritus), menyerap sebagian hasil penguraian dan melepaskan unsur-unsur dan senyawa yang pada
gilirannya diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan. Organisme yang termasuk dekomposer
yaitu jamur, alga dan bakteri.
Komponen Abiotik
Tumbuhan dan binatang-binatang untuk
tumbuh dan beraktivitas memerlukan beberapa faktor-faktor abiotik.
Faktor-faktor tersebut adalah Iklim (cahaya, temperatur, air, udara atau gas-gas di atmosfir) dan faktor-faktor
edafik (tanah).
a.
Iklim
Iklim ditentukan oleh berbagai faktor yang berinteraksi
seperti cahaya matahari, curah hujan, suhu dan pola angin yang terjadi di suatu
daerah, dan merupakan komponen abiotik yang paling penting dari ekosistem.
Suhu, bersama-sama dengan curah hujan, menentukan apakah suatu ekosistem
berupa padang rumput, hutan, atau kombinasi keduanya. Jumlah dan distribusi
curah hujan suatu daerah dalam setahun berpengaruh terhadap jenis dan
produktivitas tanaman suatu ekosistem.
b.
Cahaya
Energi cahaya (cahaya matahari) adalah sumber energi
utama dari hampir semua ekosistem
termasuk ekosistem air tawar. Cahaya adalah energi yang digunakan oleh tumbuhan
hijau (yang mengandung butir hijau daun) untuk proses fotosintesis yaitu suatu
proses pembentukan zat organik dari zat
anorganik.
Faktor-faktor seperti banyaknya cahaya, intensitas
cahaya, dan panjang periode terang (panjang siang) memainkan peran yang penting
dalam satu ekosistem.
Di dalam ekosistem-ekosistem akuatik, banyaknya cahaya
merupakan suatu faktor pembatas. Cahaya matahari pada ekosistem perairan yang
dalam hanya menembus pada kedalaman tertentu.
c.
Suhu
Suhu suatu perairan menggambarkan panas yang
terdistribusi pada suatu volume tertentu di perairan itu. Matahari merupakan
sumber panas utama untuk perairan. Suhu air dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti ketinggian tempat, suhu udara, dan iklim. Suhu sebagai salah satu
faktor penentu dalam ekosistem perairan sangat berpengaruh terhadap penyebaran
suatu spesies, karena setiap spesies memiliki kisaran toleransi terhadap suhu
yang berbeda-beda.
Distribusi tumbuhan dan binatang-binatang adalah sangat
dipengaruhi oleh suhu yang ekstrim. Ekstremum-ekstremum di dalam temperatur
sebagai contoh musim yang hangat. Berikut adalah contoh-contoh dari pengaruh
suhu terhadap makhluk hidup dalam suatu ekosistem. Mekarnya bunga-bunga dari
berbagai tumbuhan sepanjang hari dan malam sering karena perbedaan suhu antara
siang malam. Bunga Wijayakusuma memerlukan suhu tertentu untuk mekar, itulah
sebabnya bunga wijayakusuma mekar pada tengah malam. Pohon-pohon jati berganti
daun setiap tahun menggugurkan daun-daun mereka pada waktu musim panas.
Binatang-binatang, dapat dibedakan antara yang ectothermic ("berdarah dingin"
atau poikilothermic misalnya katak
dan kadal) dan binatang-binatang yang endotermis ("berdarah panas"
atau homothermic misalnya tikus dan
kelinci).
Di padang pasir terjadi perbedaan suhu yang lebih besar
antara siang dan malam dan organisme-organisme mempunyai aktivitas dengan
periode-periode yang terpisah; contohnya banyak kaktus berbunga pada malam hari
dan diserbukkan oleh serangga-serangga pada malam hari.
d.
Air
Air merupakan habitat tumbuhan dan binatang akuatik. Air
adalah penting bagi makhluk hidup dan semua organisma bergantung padanya untuk
bertahan hidup. Tumbuhan dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok menurut
keperluan air mereka:
·
Hydrophyte adalah tumbuhan yang tumbuh dan berkembang dalam air
misalnya, teratai.
·
Mesofit adalah tumbuhan dengan persyaratan-persyaratan air
sedang, contoh bunga mawar.
·
Xerofita adalah tumbuhan yang berkembang dalam
lingkungan-lingkungan kering di mana mereka sering kali mengalami kekurangan
air misalnya kaktus dan tumbuhan sukulenta. Pohon gaharu yang banyak tumbuh di
Nusa Tenggara Timur adalah xerofita-xerofita.
Udara di atmosfer
Udara yang paling penting yang digunakan oleh tumbuhan
dan binatang adalah oksigen, gas CO2 dan Nitrogen.
·
Oksigen. Oksigen
digunakan oleh semua organisma-organisma yang hidup selama pernapasan.
·
Karbon dioksida.
Karbon dioksida dibutuhkan oleh tumbuhan hijau selama fotosintesis.
·
Nitrogen. Nitrogen
bebas tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan dan hewan. Hanya
beberapa makhluk hidup prokariotik (bakteri dan ganggang biru) yang mampu
mengikat N2 bebas dari atmosfer. Tanaman memperoleh nitrogen dalam
bentuk nitrat (NO3-) atau amonia (NH3).
Nitrogen diubah menjadi nitrat atau amonia oleh bakteri yang tertentu dengan
bantuan kilat.
Tanah (faktor edafik)
Tanah berkembang dari bahan induk bagian atas dan
merupakan campuran dari komponen komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen
abiotik tanah meliputi tekstur tanah (ukuran partikel tanah), udara tanah, suhu
tanah, air tanah, larutan tanah dan pH. Komponen biotik tanah yaitu
organisma-organisma tanah. Jenis bahan induk di daerah tertentu mempengaruhi
tekstur tanah. Kombinasi tekstur tanah, aliran air dan kimia menentukan
vegetasi yang tumbuh di daerah tersebut.
Ukuran dari partikel-partikel tanah bervariasi dari tanah
liat dengan partikel yang mikroskopis sampai pasir dengan partikel-partikel
yang lebih besar. Tanah liat adalah suatu campuran dari partikel-partikel pasir
dan tanah liat. Tanah berpasir mempunyai aerasi yang bagus, air yang berlebih
dialirkan dengan dengan cepat, mengandung sedikit unsur hara yang diperlukan
untuk pertumbuhan, dan mudah untuk dinanami. Tanah liat adalah cocok untuk
pertumbuhan tanaman karena kaya akan mineral, tetapi sirkulasi udaranya jelek.
Tanah memiliki banyak fungsi penting dalam ekosistem. Tanah
menyediakan unsur hara bagi tumbuhan, dan menyediakan habitat penting bagi
organisme tanah.
Tanah adalah penghubung yang penting antara komponen biotik dan abiotik dari
ekosistem padang rumput.
Hubungan Timbal Balik Mahluk Hidup dan Lingkungannya
Keberlangsungan hidup suatu organisme bergantung pada
lingkungannya. Makhluk hidup mendapatkan materi dan energi dari lingkungannya.
Tumbuhan memerlukan materi (garam-garam mineral, air, oksigen, karbondioksida),
dan cahaya matahari (energi) dari lingkungan. Tumbuhan mengubah bahan-bahan
mentah dengan bantuan energi sinar matahari menjadi zat gula (karbohidrat).
Materi dan energi dari tumbuhan akan diteruskan ke hewan pemakan tumbuhan.
Materi dan energi dari hewan pemakan tumbuhan diteruskan ke hewan pemakan
daging. Materi dan energi yang berasal dari lingkungan abiotik akan kembali ke
lingkungan abiotik. Tumbuhan bernafas mengambil oksigen dari lingkungan
abiotik, tumbuhan mengeluarkan air dan karbondioksida ke lingkungan abiotik.
Karbon dioksida dan air yang ada di lingkungan abioik diambil oleh tanaman lain
untuk fotosintesis dengan bantuan energi matahari. Proses fotosintesis
menghasilkan karbohidrat dan oksigen yang dikembalikan ke lingkungan abiotik.
Selanjutnya oksigen yang ada di lingkungan abiotik dimanfaatkan oleh makhluk
hidup lain untuk bernafas.
Berdasarkan sejarah terbentuknya, ekosistem dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.
Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terbentuk secara alami, tanpa adanya
pengaruh atau campur tangan manusia. Misalnya, ekosistem gurun pasir, ekosistem
hutan tropis, ekosistem hutan gugur, ekosistem padang rumput. Setiap ekosistem
mempunyai ciri khas. Ciri itu sangat ditentukan oleh faktor suhu, curah hujan,
iklim, dan lain-lain.
2.
Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang sengaja dibuat oleh manusia.
Misalnya, kolam, waduk, sawah, ladang, dan tanam. Pada umumnya, ekosistem
buatan mempunyai komponen biotik sesuai dengan yang diinginkan pembuatnya. Pada
ekosistem sawah, komponen biotik yang banyak, yaitu padi dan kacang.
3.
Ekosistem Suksesi, yaitu ekosistem yang merupakan hasil suksesi lingkungan
yang sebelumnya didahului oleh kerusakan. Pada lingkungan demikian, jenis
tumbuhan yang berkembang ditentukan oleh jenis organisme yang hidup di
sekitarnya. Contoh ekosistem suksesi adalah ekosistem gunung Anak Krakatau.
Padang rumput adalah bagian penting dari bumi yang
luasnya sekitar 25% dari permukaan bumi. Padang rumput menyediakan tanah yang
luas untuk penggembalaan baik hewan liar maupun hewan peliharaan, serta lahan
datar yang cocok untuk bercocok tanam. Padang rumput terjadi di daerah yang
beriklim panas dan curah hujan yang rendah. Salah satu jenis padang rumput luas
yaitu savana.
Savana berada di wilayah yang beriklim tropis terdapat di
wilayah dengan curah hujan 50-130 cm per tahun, tetapi dengan musim kering yang
panjang dan mudah terbakar. Savana yang
terluas di dunia terdapat di Afrika dan di Australia. Tumbuhan yang berupa
rerumputan dan pohon-pohon yang hidup harus tahan terhadap musim kering dan
api, maka jumlah jenis tumbuh-tumbuhan yang hidup di savana ini tidak banyak,
tidak seperti yang hidup di hutan hujan tropis. Rumput-rumput dari marga Panicum,
Pennisetum, Andropogon dan Imperata mendominasi lingkungan ini,
sedangkan pepohonan yang hidup di sana sama sekali berbeda dengan jenis pohon
yang hidup di hutan hujan tropis. Di Afrika diantaranya terdapat pohon Acacia
yang terbesar di savana. Di Indonesia padang savana ini dapat ditemukan di
Taman Nasional (TN) Baluran dan TN Alas Purwo di Banyuwangi, Jawa Timur.
Keanekaragaman Hayati
Para ahli biologi mendefinisikan
keanekaragaman hayati atau biodiversitas sebagai keanekaragaman gen, spesies,
dan ekosistem suatu wilayah. Bruce A.
Wilcox dalam makalah yang dipresentasikan pada konferensi tentang
Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam untuk Taman Nasional Dunia di Bali pada
tahun 1982 mendefinisikan keanekaragaman hayati adalah berbagai bentuk
kehidupan di semua tingkat sistem biologis, yaitu molekul (gen), organisme,
populasi, spesies, dan ekosistem. Selanjutnya, pada tahun 1992 Peserikatan
Bangsa-Bangsa mengadakan KTT Bumi di Rio
de Janeiro mendefinisikan keanekaragaman hayati sebagai variabilitas di
antara organisme hidup dari semua sumber, termasuk antara ain darat, laut, dan
ekosistem perairan. Keanekaragaman organisme ini termasuk keragaman spesies
dalam ekosistem.
Menurut Emil Salim keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keadaan
beragamnya ekosistem, jenis, dan variabilitas genetika. Dari berbagai definisi tersebut secara
singkat dapat di simpulkan bahwa keanekaragaman hayati adalah variasi kehidupan
di semua tingkat biologi.
Setiap individu mengandung ratusan gen
bahkan ribuan gen, dan spesies terdiri dari banyak individu, sedangkan
ekosistem merupakan kunpulan banyak spesies yang saling berinteraksi satu
dengan yang lainya juga dengan lingkungan fisiknya. Dengan demikian di antara
berbagai macam keanekaragaman hayati terjadi saling keterkaitan.
Selain itu keanekaragaman hayati dapat
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: 1) keanekaragaman hayati primer, yaitu
kemungkinan terlestarikannya keanekaragaman hayati di hutan primer alamiah,
cagar alam, dan tanaman suaka/kebun botani, kebun binatang dan sejenisnya, 2)
keanekaragaman hayati sekunder adalah keanekaragaman spesies/ jenis yang
dibudidayakan oleh manusia yang secara regular di tanam, dipelihara, dipanen,
dibongkar untuk diganti dengan yang baru, baik spesies yang sama atau spesies
lain. Tingkat kelestarian keanekaragaman hayati sekunder sangat labil, lebih
ditentukan oleh nilai ekonomi, mutu produk, teknologi yang diharapkan dan
budaya manusia pengelolanya.
Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati
Harus
disadari bahwa keberadaan generasi sekarang dan seterusnya sangat bergantung
pada keberadaan keanekaragaman hayati. Hal ini disebabakan betapa pentingnya
manfaat keanekaragaman hayati bagi kelangsugan hidup manusia. Pemanfaatan
keanekaragaman hayati berbeda-beda sesuai dengan karakteristik sumber
keanekaragaman hayati. Namun secara umum keanekaragaman hayati mempunyai beberapa
manfaat sebagai berikut.
1.
Keseimbangan Alam
Keanekaragaman
hayati juga mendukung sejumlah proses-proses ekosistem alam seperti menjaga
stabilitas iklim (mempertahankan persentase CO2, Oksigen, mencegah
erosi, mempertahankan siklus air). Sejak zaman batu hilangnya spesies telah
dipercepat oleh aktivitas manusia. Laju kepunahan spesies sulit untuk
diperkiraan, tapi telah diperkirakan sekarang laju kepunahan spesies 100 kali
lebih cepat dibanding pada zaman batu. Hutan belantara dengan satwa liar telah
banyak yang berubah menjadi lahan pertanian, pertambangan, dan perkotaan untuk
manusia. Lebih parah lagi banyaknya pestisida untuk melindungi makanan manusia
justru mempercepat hilangnya spesies. Sebagian besar jenis burung dapat hilang
dalam kurun waktu 100 tahun. Hilangnya sebagian besar hutan dapat menyebabkan
erosi dan berkurangnya oksigen di atmosfer.
2.
Pertanian
Keanekaragaman
gen merupakan sumber plasma nutfah (sumber genetis) dalam bentuk varietas liar
yang hidup secara alamiah di alam. Keragaman gen sangat penting untuk
meningkatkan kualitas tanaman pangan seperti kentang, padi, gandum dan
sebagainya. Peningkatan produksi tanaman budidaya selama 250 tahun terakhir
telah banyak memanfaatkan keanekaragaman genetik yang berasal dari tanaman
liar. Contoh ketika hama wereng menyerang sawah di Indonesia pada tahun1970-an,
diuji 6,273 varietas padi tahan terhadap hama wereng dan ditemukan satu
varietas padi yang tahan terhadap hama wereng.
Tanaman
yang heterogen (keanekaragaman tanaman) dapat membantu memulihkan system
ketika jenis tanaman yang dominan diserang oleh suatu penyakit. Tanaman
monokultur (kurangnya keanekaragaman hayati), merupakan faktor untuk beberapa
bencana dalam sejarah pertanian. Keanekaragaman hayati yang tinggi dapat
mengontrol penyebaran penyakit tertentu .
Keanekaragaman
hayati dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan bagi manusia, Manusia
menggunakan setidaknya 40.000 jenis tanaman dan hewan sebagai sumber
makanan,tempat tinggal dan pakaian. Ada potensi yang belum dimanfaatkan untuk
meningkatkan berbagai produk makanan yang cocok untuk dikonsumsi manusia.
3.
Kesehatan
Hubungan
keanekaragaman hayati bagi kesehaan manusia menjadi isu utama politik
internasional. Masalah ini juga terkait dengan isu perubahan iklim, karena
banyak resiko kesehatan yang diakibatkan olehi perubahan iklim, berhubungan
dengan perubahan dalam keanekaragaman hayati (misalnya perubahan populasi dan
penyebaran vektor penyakit, kelangkaan air bersih, dampak terhadap
keanekaragaman hayati pertanian dan sumber makanan, dll). Beberapa masalah
kesehatan dipengaruhi oleh keanekaragaman hayati termasuk kesehatan dan gizi, penyakit menular, ilmu kedokteran dan
obat-obatan, sumber daya, sosial dan kesehatan psikologis dan kesejahteraan
rohani). Keanekaragaman hayati juga dikenal memiliki peran penting dalam
mengurangi risiko bencana, dan bantuan pasca-bencana dan upaya pemulihan.
Salah
satu masalah kesehatan utama yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati adalah
bahwa penemuan obat dan ketersediaan sumberdaya obat. Bagian penting dari
obat-obatan yang diperoleh, secara langsung atau tidak langsung, dari
sumber-sumber biologis; Chivian dan Bernstein melaporkan bahwa sedikitnya 50%
dari senyawa farmasi di pasar di Amerika Serikat berasal dari senyawa alami
yang ditemukan pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, sementara sekitar 80%
penduduk dunia tergantung pada obat-obatan dari alam (digunakan dalam baik
modern atau tradisional praktek medis) untuk pelayanan kesehatan. Selain itu,
hanya sebagian kecil dari total keragaman spesies liar telah diselidiki
berpotensi sebagai sumber-sumber baru
obat-obatan.
Rangkuman
Istilah ekosistem pertama kali diperkenalkan
oleh Roy Clapham pada tahun 1930. Menurut Clapham dalam suatu ekosistem antara
makhluk hidup dengan lingkungannya terjadi hubungan satu sama lain sebagai
suatu unit. Athur Tansley, seorang ahli lingkungan Inggris pada tahun 1935
menggunakan istilah ekosistem untuk menggambarkan hubungan timbal balik antara
komponen biotik dan komponen abiotik.
Hubungan keanekaragaman hayati bagi kesehaan manusia
menjadi isu utama politik internasional. Masalah ini juga terkait dengan isu
perubahan iklim, karena banyak resiko kesehatan yang diakibatkan olehi
perubahan iklim, berhubungan dengan perubahan dalam keanekaragaman hayati
(misalnya perubahan populasi dan penyebaran vektor penyakit, kelangkaan air
bersih, dampak terhadap keanekaragaman hayati pertanian dan sumber makanan
dll).
Kasus/Permasalahan
Terjadinya bencana lumpur Lapindo di Porong,
Sidoarjo, telah mengubah kondisi lingkungan alam maupun lingkungan sosial.
Cobalah untuk mengidentifikasi beberapa perubahan yang terjadi terhadap
lingkungan alam dan sosial di Porong, Sidoarjo.
0 comments:
Post a Comment