Pemanasan global (global warming) merupakan masalah ling¬kungan yang paling mengancam kehidupan manusia di bumi. Dampaknya hampir setara dengan perang nuklir. Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca disingkat GRK (CO2, CH4, CFC, N2O, dan O3) di atmosfer berakibat pada naiknya panas bumi. Di sini negara berkembang diwajibkan meng¬ko¬munikasikan status GRK agar dapat dibantu negara maju untuk melak¬sa¬na¬kan pembangunan berkelanjutan. Sedangkan negara maju dan negara yang ekonominya dalam transisi harus membatasi atau mengurangi GRK sampai pada jumlah tertentu. Mekanisme pembangunan bersih merupakan salah satu target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menurut Protokol Kyoto, pada materi bab 2 dipelajari tentang pengertian, prinsip dasar dan contoh proyek terkait mekanisme pembangunan bersih. Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) Global Warming Alert..!! Mungkin menjadi ungkapan yang pas untuk menggambarkan kondisi bumi saat ini. Memang, gejala pemanasan global dan perubahan iklim dalam beberapa dekade terakhir semakin tampak nyata. Kenaikan suhu bumi rata-rata 0,20C tiap dekade dalam 30 tahun terakhir (badan antariksa AS-NASA), serta melelehnya lapisan es di kutub utara dan selatan sebanyak 14% (sepadan dengan luas wilayah Texas atau Turki) dalam 10 tahun terakhir hanya menjadi beberapa dampak akibat pemanasan global. Terjadinya bencana alam yang saat ini kerap kali terjadi juga merupakan dampak dari pemanasan global, di Indonesia sendiri pada tahun 2000 telah terjadi 33 bencana banjir, kebakaran hutan serta 6 ben¬cana angin topan. Perubahan alam menjadi semakin sulit untuk diprediksi dan dikontrol. Fenomena-fenomena alam yang terjadi tersebut menunjuk¬kan kepada kita bahwa pemanasan global telah menjadi ancaman serius bagi semua pihak. Keseriusan ancaman pemanasan global tersebut mendorong negara negara di belahan bumi ini untuk berpikir dan mengambil upaya dalam penanganan global warming, salah satu kesepakatan bersama yang dihasilkan yaitu Protokol Kyoto pada tahun 1997. Dalam protokol tersebut memuat kesepakatan bersama untuk mengatasi pemanasan global dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca. Setiap negara yang telah berkomitmen untuk meratifikasi Protokol Kyoto ini harus memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca di bawah level tahun 1990 pada tahun 2008-2012. Target pengurangan tersebut sebesar 5,2% di bawah level tahun 1990. Target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menurut Protokol Kyoto dapat dilakukan dengan 3 skema mekanisme. Pertama, Emisi Trading (ET), kedua Joint Implementasi (JI) dan yang terakhir yaitu Clean Development Mechanism (CDM). Emisi Trading dan Joint Implementation merupakan skema kerjasama dalam rangka penanganan pemanasan global yang hanya bisa dilakukan antar negara maju (Annex I). Clean Development Mechanism (CDM) atau Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) merupakan satu satunya meka-nisme kerjasama antara negara Annex I dengan negara berkembang (non-Annex I) dalam rangka menurunkan emisi GRK dimana negara maju dapat menurunkan emisi gas rumah kacanya dengan mengembangkan proyek ramah lingkungan di negara berkembang. Mekanisme ini sendiri pada dasarnya merupakan perdagangan karbon, di mana negara berkembang dapat menjual kredit penurunan emisi kepada negara yang memiliki kewajiban untuk menurun¬kan emisi, yang disebut negara Annex I. Mekanisme pembangunan bersih (MPB) dirancang untuk tiga kepentingan. Pertama, membantu negara berkembang mencapai pem¬ba¬ngunan berkelanjutan; kedua, menyumbang pencapaian tujuan akhir Konvensi; dan ketiga, membantu negara maju mencapai pelaksanaan kewajiban membatasi dan mengurangi emisi secara kuantitatif. Karena itu, mekanisme ini diyakini akan menciptakan win-win solution. Program MPB memungkinkan pemerintah dan swasta melaksanakan kegiatan pengu¬rangan emisi di negara berkembang untuk memperoleh certified emission reduction units (CERUs) sebagai imbalannya. CERUs dapat dipergunakan untuk membantu kepatuhan terhadap sebagian kewajiban negara maju dalam membatasi dan mengurangi emisi mereka sebagaimana telah ditetapkan Conference of the Parties (COP). Walaupun MPB disokong oleh sebagian besar negara berkembang, ia tidak terlepas dari kritikan. Ada yang beranggapan bahwa MPB hanya merupakan izin bagi negara maju untuk menuruti kebutuhan dan keuntungan mereka untuk memilih proyek-proyek di negara berkembang yang menghasilkan CERUs dalam jumlah sangat besar dan biaya sangat rendah. Akibatnya, mereka tidak perlu menutup pabrik-pabrik yang sudah tidak layak lingkungan. Sebagian lagi berpendapat bahwa MPB melanggar kedaulatan dan mengganggu strategi pembangunan negara berkembang, atau MPB akan mendistribusikan keuntungan ekonomis secara tidak adil antara negara maju dan berkembang. Akibatnya, negara berkembang tidak akan pernah berubah nasibnya menjadi negara maju. Tujuan MPB Seperti yang tertera pada Protokol Kyoto pasal 12, tujuan MPB adalah: a. Membantu negara berkembang yang tidak termasuk sebagai negara Annex I dalam menerapkan pembangunan yang berkelanjutan serta menyumbang pencapaian tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca dunia pada tingkat yang tidak akan mengganggu sistem ikllim global. b. Membantu negara-negara Annex I atau negara maju dalam memenuhi target penurunan jumlah emisi negaranya. c. MPB membantu negara-negara Annex I untuk memenuhi target pengurangan emisi rata-rata mereka sebesar 5,2 persen di bawah tingkat emisi tahun 1990, sesuai dengan ketentuan di dalam Protokol Kyoto. Fungsi dari MPB Sesuai tujuannya, MPB menghasilkan proyek yang dapat menurun¬kan emisi gas rumah kaca serta mendukung pembangunan berkelanjutan. Bukti bahwa proyek tersebut telah menurunkan emisi gas rumah kaca adalah diterbitkannya sertifikat pengurangan emisi. Keuntungan yang didapat negara berkembang dari MPB adalah negara berkembang yang terlibat langsung dalam MPB akan mendapatkan investasi baru untuk melakukan kegiatan yang dapat menurunkan emisi GRK dan juga mendukung pembangunan berkelanjutan di negaranya.Selain itu, melalui mekanisme MPB ini negara-negara tersebut akan mendapatkan keun¬tungan berupa adanya transfer teknologi dan dana tambahan yang dapat membantu mereka untuk mempersiapkan diri menghadapi dampak yang ditimbulkan perubahan iklim. Walaupun dampak perubahan iklim bervariasi di seluruh dunia, namun negara berkembang dan negara-negara kepulauan, seperti halnya Indonesia, merupakan kelompok negara yang mendapat dampak paling nyata dari perubahan iklim. Negara partisipan dalam MPB Negara manapun dapat berpartisipasi dalam aktifitas MPB, selama negara tersebut telah meratifikasi Protokol Kyoto. Negara tersebut juga harus sudah memiliki DNA (designated national authority) atau suatu otoritas nasional yang fungsi utamanya memberikan persetujuan nasional terhadap proyek MPB. Sebenarnya siapa saja dapat turut serta sebagai pengembang proyek MPB. Proyek MPB dapat dikembangkan melalui kemitraan antara lembaga nirlaba, publik dan pihak swasta, termasuk partisipasi dari masyarakat lokal dimana proyek itu dikembangkan. Perlu diingat bahwa MPB merupakan mekanisme berbasis pasar maka MPB dirancang dengan pertimbangan untuk diimplementasikan oleh sektor swasta. 1. Jenis Proyek MPB Upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang bisa dilakukan melalui kegiatan MPB meliputi proyek energi terbarukan (misal: pem¬bangkit listrik tenaga matahari, angin, gelombang, panas bumi, air dan biomassa), menurunkan tingkat konsumsi bahan bakar (efisiensi energi), mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar lain yang lebih rendah tingkat emisi gas rumah kacanya (misal: mengganti minyak bumi dengan gas), kehutanan, dan jenis-jenis lain seperti pemanfaatan gas metan dari pengelolaan sampah. Selain penurunan emisi, kegiatan yang bisa dilakukan dalam MPB ialah penyerapan emisi (carbon sink) yang bisa dilakukan di sektor kehutanan. Proyek MPB di sektor kehutanan terbatas pada kegiatan reforestasi dan aforestasi. Proyek pencegahan deforestsi diijinkan sebagai proyek MPB kehutanan skala kecil, misalnya bila dapat dibuktikan bahwa pemanfaatan tungku berbahan bakar kau yang efisien dapat mengurangi deforestasi. Pengurangan emisi GRK dari proyek MPB yang terjadi sejak tahun 2000 dapat diperhitungkan dalam masa komitmen pertama (first commitment period), yaitu tahun 2008 hingga 2012. Sejauh ini, peraturan yang telah disusun berkenaan dengan MPB hanya berlaku untuk masa komitmen pertama saja. Mengapa partisipasi masyarakat sangat penting di dalam proyek MPB? Partisipasi masyarakat menjadi pengawal yang menjamin bahwa proyek berkontribusi positif bagi pembangunan berke¬lan¬jutan di negara tuan rumah. Baik persetujuan nasional maupun internasional mensyaratkan adanya konsultasi publik. Pengembang proyek harus mengkonsultasikan proyeknya pada masyarakat lokal di sekitar lokasi proyek. Komentar masyarakat dan bagaimana komentar tersebut ditindak-lanjuti harus dijelaskan dalam formulir Aplikasi Persetujuan Nasional dan Dokumen Desain Proyek . Contoh-contoh proyek MPB di berbagai sektor/jenis. 1. Proyek Bus Umum di Perkotaan a. Mengganti bahan bakar bus umum dengan gas atau dengan energi terbarukan seperti biomassa. b. Mengganti mesin bis dengan mesin yang lebih efisien dan lebih bersih. 2. Proyek Penerangan di Pedesaan a. Menggunakan pembangkit tenaga listrik bertenaga air dalam skala kecil (microhydro). b. Mengganti penggunaan lampu bohlam di pedesaan dengan lampu hemat energi. 3. Industri Tepung Tapioka Melakukan manajemen limbah produksi mengunakan bahan bakar biogas untuk proses pengeringan. Mekanisme Proyek MPB Untuk menjadi proyek MPB, terdapat tiga syarat utama yang harus dipenuhi: 1. Mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan di negara tuan rumah. 2. Menghasilkan keuntungan yang benar-benar terjadi, terukur dan berjangka, sehubungan dengan mitigasi perubahan iklim. 3. Memenuhi additionality lingkungan, yaitu dimana emisi GRK antropogenik pada sumber berkurang dibandingkan emisi yang akan terjadi jika tidak ada kegiatan proyek MPB. Ada uji tambahan lain yang harus dipenuhi yaitu additionality financial. Usulan proyek MPB dianggap memiliki additionality financial apabila proyek tersebut dibiayai bukan dengan dana ODA (official development assistance). Usulan proyek MPB akan mendapat nilai tambah bila memenuhi additionality investasi dan teknologi. Usulan proyek MPB dianggap memiliki additionality investasi bila adanya CERs dapat menambah nilai finansial dan komersial dari proyek tersebut. Usulan proyek MPB dianggap memiliki additionality teknologi bila proyek tersebut menyebabkan transfer teknologi terbaik, tepat guna, serta ramah lingkungan di negara tuan rumah. Proyek yang menggunakan tenaga nuklir, seperti proyek pem¬bang¬kit listrik tenaga nuklir (PLTN), tidak bisa dikategorikan sebagai proyek MPB walaupun memang tidak mengeluarkan emisi GRK. Hal ini dikarenakan penggunaan nuklir dinilai tidak aman akibat resiko kebocoran yang tinggi sehingga membahayakan kelangsungan mahluk hidup di sekitarnya. Selain itu, ada beberapa jenis proyek yang meskipun meng¬ha¬sil¬kan reduksi emisi GRK tapi kemungkinan keikutsertaannya dalam MPB masih mengundang banyak perdebatan, yaitu: teknologi batubara bersih (clean coal technology), PLTA skala besar dan injeksi CO2 ke dalam laut. Di Indonesia mekanisme proyek MPB melalui Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (KomNas MPB) melalui alur seperti Gambar 2.1. yang dijabarkan sebagai berikut: 1. Pengusul Proyek (dapat dibantu oleh konsultan) menyiapkan dokumen-dokumen aplikasi yang terdiri dari: (i) Formulir Aplikasi yang diantaranya berisi penjelasan bahwa usulan proyek memenuhi seluruh kriteria pembangunan berkelanjutan; (ii) Project Design Document; (iii) laporan AMDAL, bila usulan proyek wajib AMDAL; (iv) catatan proses konsultasi publik; (v) surat rekomendasi dari Departemen Kehutanan, khusus untuk usulan proyek MPB kehutanan, serta; (vi) dokumen-dokumen lain yang dirasa perlu untuk medukung justifikasi proyek. 2. Dokumen aplikasi lengkap kemudian diserahkan oleh Pengusul Proyek kepada Sekretariat Komnas MPB untuk diproses. Pengusul proyek harus menyiapkan 25 (dua puluh lima) copy dari dokumen aplikasi tersebut dan 1 (satu) dokumen elektronik (soft copy). Sekretariat harus memeriksa kelengkapan dokumen-dokumen aplikasi. Sekretaris Eksekutif menempatkan (posting). Usulan Proyek yang masuk di Sekretariat di situs elektronik (website) Komnas MPB untuk mengun¬dang tanggapan dari masyarakat dan Pemangku Kepentingan lainnya. Setiap tanggapan masyarakat yang diterima Sekretariat akan langsung ditempatkan (posting) di situs elektronik (website) Komnas MPB. 3. Sekretaris Eksekutif menyerahkan dan menyajikan dokumen Usulan Proyek yang diterima sampai tenggat waktu penyerahan Usulan Proyek kepada Komnas MPB dalam Rapat Koordinasi Internal. Batas waktu Rapat Koordinasi Internal adalah 1 hari. 3a. Bila dianggap perlu oleh Komnas MPB, Sekretariat akan meminta Para Pakar untuk melakukan Evaluasi Tambahan terhadap Usulan Proyek sebagai bahan pembanding. Batas waktu evaluasi para Pakar adalah 5 hari. 4. Komnas MPB menugaskan anggota-anggota Tim Teknis yang diperlukan untuk mengevaluasi Usulan Proyek tersebut berdasarkan Kriteria dan Indikator Pembangunan Berkelanjutan. 4a. Bila dianggap perlu, anggota Tim Teknis dari sektor yang sama dengan sektor dimana Usulan Proyek berada dapat membawa Usulan Proyek ke dalam rapat evaluasi Tim Teknis Sektoral yang telah terbentuk di dalam departemen teknis yang bersangkutan. 4b. Bila dianggap perlu, Tim Teknis meminta para Pakar untuk membantu proses evaluasi, melalui Sekretariat dengan perse¬tu¬ju¬an Komisi Nasional. Batas waktu keseluruhan proses (4), (4a) dan (4b) adalah 21 hari. Jika Tim Teknis atau Para Pakar menilai data yang diberikan kurang lengkap, maka mereka akan menulis catatan mengenai hal tersebut dan melampirkannya pada Laporan Evaluasi yang akan diserahkan kepada Komnas MPB. 5. Tim Teknis menyerahkan Laporan Evaluasi Usulan Proyek, dan Para Pakar menyerahkan Laporan Evaluasi Tambahan kepada Sekretariat untuk kemu-dian diserahkan kepada Komnas MPB. Kedua Laporan Evaluasi tersebut akan ditempatkan di situs elektronik Komnas MPB oleh Sekretariat. 6. Komnas MPB menerima laporan dari Sekretariat mengenai hasil evaluasi Usulan Proyek dan masukan dari Pemangku Kepentingan yang disampaikan melalui website Komnas MPB atau dikirim langsung ke Sekretariat. Sesudah mempertimbangkan semua masukan dalam Rapat Pengambilan Keputusan, Komnas MPB mengambil keputusan mengenai pemberian (atau tidak diberikannya) Surat Persetujuan kepada Usulan Proyek tersebut. Batas waktu Rapat Pengambilan Keputusan adalah 1 hari. 6a. Bila terjadi perbedaan pendapat yang tajam di antara Pemangku Kepentingan yang mendukung Usulan Proyek dan yang berkeberatan atas Usulan tersebut, melalui Rapat Komnas MPB yang dibuat khusus untuk itu, Komnas MPB dapat mengundang Pertemuan Khusus FPK. Pada Pertemuan Khusus FPK, Komnas MPB menyampaikan Usulan Proyek yang kontroversial tersebut dan kemudian menampung aspirasi, dukungan dan kritik dari peserta Pertemuan Khusus FPK. Batas waktu Pertemuan Khusus FPK adalah 1 hari. 7. Bila Komnas MPB tidak dapat memberikan Surat Persetujuan karena ketidaklengkapan data Usulan Proyek, berdasarkan catatan dari Tim Teknis atau Para Pakar, maka Pengusul Proyek diberikan waktu sampai 3 (tiga) bulan untuk melengkapi kekurangan tersebut dan menyerahkan kembali dokumen Usulan Proyek yang sudah diperbaiki ke Sekretariat. Sekretariat akan memproses dokumen Usulan Proyek yang sudah diperbaiki dengan proses yang sama seperti Usulan Proyek yang baru. Namun, Tim Teknis atau Para Pakar akan mengevaluasi hanya bagian proposal yang mendapatkan tambahan data baru. Proses pengembalian Usulan Proyek oleh Tim Teknis atau Para Pakar untuk diperbaiki Pengusul Proyek hanya boleh dilakukan satu kali untuk setiap Usulan. 8. Sekretariat menyerahkan Surat Persetujuan Komisi Nasional kepada Pengusul Proyek. 9. Usulan Proyek yang tidak memenuhi kriteria harus mengalami perbaikan yang mencakup pengubahan desain proyek sebelum dapat diajukan kembali untuk mendapatkan persetujuan nasional. Rangkuman Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) merupakan satu-satunya mekanisme kerjasama antara negara Annex I dengan negara berkem¬bang (non-Annex I) dalam rangka menurunkan emisi GRK dimana negara maju dapat menurunkan emisi gas rumah kacanya dengan mengem¬bangkan proyek ramah lingkungan di negara berkembang. Mekanisme pembangunan bersih (MPB) dirancang untuk tiga kepentingan. Pertama, membantu negara berkembang mencapai pembangunan berkelanjutan; kedua, menyumbang pencapaian tujuan akhir Konvensi; dan ketiga, membantu negara maju mencapai pelaksanaan kewajiban membatasi dan mengurangi emisi secara kuantitatif. Untuk menjadi proyek MPB, terdapat tiga syarat utama yang harus dipenuhi: 1. Mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan di negara tuan rumah. 2. Menghasilkan keuntungan yang benar-benar terjadi, terukur dan berjangka, sehubungan dengan mitigasi perubahan iklim. 3. Memenuhi additionality lingkungan, yaitu dimana emisi GRK antro¬po¬genik pada sumber berkurang dibandingkan emisi yang akan terjadi jika tidak ada kegiatan proyek MPB. Di Indonesia mekanisme proyek MPB melalui Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (KomNas MPB). Kasus 1. Di Indonesia dilakukan proyek konversi kompor minyak tanah (mitan) dengan kompor LPG. Apakah proyek dapat dikategorikan dalam proyek MPB? 2. Berikan contoh kegiatan partisipasi masyarakat di sekitar wilayah anda yang secara nyata mengurangi GRK.
0 comments:
Post a Comment